widgets
Untuk lebih Detil Klik >> Penawaran Produk dan Jasa
Showing posts with label Travel Banda Naira. Show all posts
Showing posts with label Travel Banda Naira. Show all posts
"THE SPICE ISLAND," BANDANAIRA EXPLORATION
From Ambon, Mollucas - Indonesia

ITINERARY :
Duration       : 09 Days / 08 Nights
Attraction     : Historical tour – Volcano trekking – Snorkeling tour
Tour area     : Ambon – Bandanaira Island
Grade           : Easy - Moderate
Start/Finish  : Ambon (Maluku)

Day 01 : Patimura Airport – Arrival Service
  • On arrival pick up you at the airport then transfer you to the hotel in Ambon
  • Free at leisure or short Ambon city tour
  • Afternoon return to hotel. Dinner . Overnight.
Day 02 : Ambon - Banda

  • Breakfast at hotel
  • Transfer you to Pattimura airport to fly to Banda Neira island at 07.00am.
  • It takes 45 minutes flight, On Arrival in Banda airport directly check in at Hotel.
  • Sightseeing in Banda Naira. Banda is famous because of its spices, beaches, the volcano history and culture. (B, L, D)
Note: Direct flight to Ambon from Jakarta or transit in Ujung Pandang/Jakarta from Bali. you must be in Ambon on a day prior departure to Banda naira either Friday or Tuesday. the flight schedules to Banda Naira twice a weeks leaves at 7am and Banda Ambon leaves at 9am by Buana Air.

Day 03 : Banda Besar Tour
  • Breakfast at your Hotel.
  • Cross over by boat to Banda Besar island to visit Lonthor village. Walk the historical 360 steps up to the remains of Fort Hollandia.
  • Return to the beach and continue to Sembayan beach for swimming and snorkeling.
  • Lunch will be served at the beach. Back to Hotel. (B, L, D)
Day 04 : Historical Tour
  • Breakfast at Hotel.
  • Take a short walk to Banda traditional market.
  • Directly to local Museum see the antiques and historical articles.
  • Have a stop at the Dutch old church built in 1852 which have 34 Dutch Graves inside, the Palace of Governor J.P.Coen was built in 1611, the Bronze statue of King Willem III.
  • Back to your Hotel for lunch.
  • Continue the trip visit fort Belgica dated back 1611 and Hatta, Syahrir Resident.
  • Back to Hotel for dinner and overnight. (B, L, D)
Day 05 : Volcano Island Tour
  • Breakfast at hotel
  • Hiking to the top of Gunung Api ( Volcano ) 660 meter highest peak of Banda.
  • Start at 05.30 am from the Southside of the volcano. Return to your Hotel.
  • Lunch, dinner and overnight. (B, L, D)
Day 06: Banda Naira Excursions
  • Breakfast at hotel.
  • Nutmeg plantation educational tour and visit some fortified ruins built during the Dutch occupation of the islands.
  • Visiting the oldest nutmeg tree, 300 years old which is still producing some fruit and the clove tree which produces a flower, which when dried. (B, L, D)
Day 07 and 08: Banda Naira - Snorkeling - Swiming - Sunbathing trip.
  • Breakfast at hotel,
  • Relax on the island of Banda, within visit the highlights snorkeling point on Bandanaira islands with visiting some small island arround.
Day 09: Banda Naira Hotel - Ambon - Next Destination
  • Breakfast at hotel.
  • Free and easy at hotel until escorting to Banda naira airport to fly to Ambon at 9am by Buana air
  • On Arrival, free at leisure. End of Services.
  Includes:
  • All Tours and transportation
  • Flights Return Ambon Banda Neira
  • 01 nights hotel in Ambon
  • 08 nights Banda hotel based on twin share
  • Meals as per itinerary in dicated with B, L, D
  • Snack
  • English Speaking Guide Fee.
  • Permit and conservation fee for the park.

Excludes:
  • Domestic Airlines ticket Bali/Jakarta to Ambon return
  • Ambon Hotel and meals
  • Airport tax
  • Alcoholic beverages
  • Soft drinks
  • Laundry
  • Phone calls
  • All extra personal expenses that not mentioned on items above.
  • Any kind of expenditures incurred due to flight cancellation/delays or due other caused beyond our control.
 Please Contac Us : routertelemedia@gmail.com routertelemedia@gmail.com  mobile  : 081343472742

INDAHNYA BANDA NAIRA

Cantiknya pulau-pulau di Indonesia timur memang sangat terkenal hingga mancanegara. Sebuah pulau yang terletak di bagian tenggara pulau Ambon, yaitu pulau Neira adalah salah satunya. Kekayaan alamnya berupa buah pala membuat para penjajah mendatanginya.
Pulau ini termasuk dalam Kepulauan Banda dan hanya terdapat satu kota di kepulauan tersebut, yaitu Banda Neira. Untuk dapat mencapainya memang membutuhkan waktu cukup lama, tetapi itu semua akan terbayar saat melihat keindahan pulaunya.
Kota Banda Neira ini tidak terlalu luas. Anda bisa mengitari pulau dengan naik becak, perahu atau ojek. Sambil menikmati keindahan pulau, ada beberapa tempat sejarah yang wajib didatangi salah satunya adalah Istana Mini Banda Neira.
Istana tersebut merupakan tempat tinggal Gubernur Jendral VOC JP. Coen. Bentuk istana tersebut ternyata merupakan cikal bakal bentuk Istana Negara yang ada di Jakarta. Dilihat dari depan, memang sama dengan bentuk Istana Negara tetapi versi mini.
Selain cerita sejarah pemerintahan JP. Coen, di dalamnya juga terdapat cerita misteri. Menurut pemandu wisata, JP. Coen dulu memiliki seorang pembantu yang bernama Spock. Sang pembantu ini merasa tertekan tinggal di pulau terpencil dan depresi. Hal ini membuat Spock bunuh diri.

SEJARAH UANG KERTAS BANGSA EROPA DIMULAI DARI BANDA

Satu lagi kilas  balik sejarah yang menempatkan Banda sebagai kota paling bersejarah di indonesia yaitu : sejarah penggunaan Uang kertas pertama di indonesia berawal dari banda, hal ini pula yang mengilhami penerbitan uang kertas moderen bangsa eropa lainnya seperti  Swedia 1661, Inggris 1694, Norwegia 1695, Perancis 1701.


Masa awal perkembangan uang kertas di Indonesia tak lepas dari pengaruh imperialisme asing (Belanda, Inggris, dan Jepang). Sejak kedatangan bangsa-bangsa asing, terutama para pedagang yang memperkenalkan berbagai jenis mata uang logam asing sebagai alat pembayaran dalam perdagangan dengan penduduk setempat sampai pengedaran mata uang logam khusus berlaku di kepulauan Nusantara 1602-1799, tidak dipergunakan uang kertas. Meskipun kertas telah dikenal di Indonesia pada abad XVII, sumber-sumber tertulis asing terutama dari bangsa Belanda dengan perwakilan dagang dan kekuasaannya Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) 1602–1799 tidak pernah menyebutkan penggunaan uang kertas tetapi uang logam sebagai alat pembayaran utama di kepulauan Nusantara.
.
Terkecuali, satu-satunya sumber tertulis Belanda yang melaporkan penerbitan uang kertas darurat oleh penguasa VOC di Pulau Banda pada Tahun 1659, dikarenakan kesulitan uang kecil dari bahan logam. Beberapa waktu setelah pengeluaran uang kertas karton darurat Kota Leiden 1576 dan saham pertama VOC di dunia 1606. Uang kertas Banda 1659 ini mendahului penerbitan uang kertas modern bangsa-bangsa barat: Swedia 1661, Inggris 1694, Norwegia 1695, Perancis 1701.
.
Selama masa kekosongan yang panjang (1659-1782) Bank pertama Bataviaasch Bank Courant (1746) dan Bank Van Leening mengeluarkan surat-surat bank dalam berbagai pecahan (1748-1752). Beberapa Tahun sebelum pembubarannya, VOC menyadari perlunya alat pembayaran dari kertas untuk transaksi besar yang dikenal sebagai “Surat Hutang Kompeni” (Compagnie Kredietbrieven) pada Tahun 1782. Instrumen moneter ini sering dianggap sebagai uang kertas pertama di Indonesia. Pada waktu yang hampir bersamaan penguasa VOC di Ceylon (Srinlanka) juga menerbitkan instrumen sejenis pada Tahun 1785 dan seterusnya. Uang “Surat Hutang Kompeni 1782” Ini beredar dalam jumlah hampir tidak terbatas sehingga turun nilainya menjadi 85%. Antara Tahun 1782-1799, VOC mengeluarkan beberpa emisi surat Hutang (Kredietbrieven) dengan pecahan berbeda-beda. Pemalsuan atas surat Hutang 1782 ini merupakan yang pertama kali di Indonesia.

Source (blog-apa-aja.blogspot.com) : Sejarah Uang Kertas Di Negara Kita, Masuk Gan !!


banda-naira.blogspot.com

GENOSIDA RAKYAT BANDA

 Pala menjadi berkah sekaligus bencana bagi orang Banda, yang dibunuh dan terusir dari tanah airnya.

PADA 8 April 1608, Laksmana Pieterszoon Verhoeven, bersama 13 kapal ekspedisi tiba di Banda Naira. Perintah Heeren Zeventien, para direktur VOC di Amsterdam, sebagaimana ditulis Frederik W.S., Geschiedenis van Nederlandsch Indie, kepada Laksamana Pieterszoon Verhoeven: "Kami mengarahkan perhatian Anda khususnya kepada pulau-pulau di mana tumbuh cengkeh dan pala, dan kami memerintahkan Anda untuk memenangi pulau-pulau itu untuk VOC, baik dengan cara perundingan maupun kekerasan."

Sejak lama Banda dikenal sebagai penghasil utama pala (Myristica fragrans). Bunganya yang dikeringkan disebut “fuli”.  Bunga ini membungkus daging buah pala. Sejak dulu pala dan fuli dimanfaatkan untuk rempah-rempah, yang mengundang bangsa Eropa untuk datang.

RAYUAN PULAU BANDA

Alhamdullilah ' untuk anda yang terlahir di surga indonesia timur,.. koleksi gambar di bawah ini hasil jepretan Donang Wahyu semuanya tentang banda yang diposting ke koran kompas english edition,.. eksotisme Banda naira bah sebuah rayuan yang membuat mulut terkunci, mata berbinar, hati yang damai...









sumber : http://donang-wahyu.blogspot.com

DARI BANDA INDONESIA BERMULA


Sebanyak 21 kapal layar dari sejumlah negara berlabuh di Banda, Maluku Tengah, Selasa (27/7), dalam rangka reli kapal layar Sail Banda. Sudah lama Banda menyita perhatian dunia. Sekadar bukti, Mick Jagger, vokalis Rolling Stones, serta Lady Diana dan Sarah Ferguson pernah datang untuk memuja panorama alam setempat.

Peta Kepulawan Banda (banda-naira.blogspot.com)
Pemandangan di depan dermaga Pelabuhan Banda Naira itu mengingatkan akan kejayaan Banda masa silam
. Jauh sebelum republik ini berdiri, Banda telah menjadi surga bagi bangsa-bangsa Eropa. Kapal-kapal Portugis, Inggris, dan Belanda bergantian buang sauh di Banda Naira untuk mengenyam alam Banda yang subur dan elok itu.
Kehangatan dan aroma khas pala (Myristica fragrans) 

Banda yang tumbuh subur di tanah vulkanik sulit  ditemukan di belahan dunia mana pun. Kala itu, biji dan fuli (bunga) pala sangat dibutuhkan sebagai bahan pengawet, penyedap, parfum, dan kosmetik.
 Portugis, Inggris, dan Belanda berebut dan bergantian menguasai gugusan pulau yang terletak di tengah Laut Banda, Maluku- berjarak 116 mil (186 kilometer) dari Ambon, ibu kota Provinsi Maluku.
Des Alwi, tokoh masyarakat Banda, dalam buku Sejarah Banda Naira terbitan Pustaka Bayan (2010) mengisahkan, hasil monopoli pala yang harganya lebih mahal daripada emas kala itudigunakan Belanda untuk membangun kota Amsterdam dan Rotterdam.

Paradise Island Banda Naira

"Bangsa Portugis yang tiba di Banda 1611 mengira merekalah yang pertama kali menemukan Spice Island (Pulau Rempah). Ternyata bangsa Moro telah berdagang di Banda selama 100 tahun yang lalu. Seperti halnya orang Portugis, ketika bangsa Morobpertama kalinya menginjakkan kakinya di Banda, mereka mengira merekalah yang pertama tiba di pulau ini. Dari dialog dengan orang-orang Cina di Banda, ternyata orang Cina telah berdagang di Banda 600 tahun sebelumnya. Itu berarti sejak awal abad ke sepuluh Banda Naira telah menarik bangsa-bangsa di dunia untuk berkompetisi, di mana buah pala (Myristica fragrans) sebagai komoditas utamanya sudah dikenal sejak masa Romawi."

Kutipan pendek dari buku "Sejarah Banda Naira" oleh Des Alwi-tokoh kelahiran Banda Naira sekaligus saksi sejarah-adalah referensi yang baik sejarah pulau-pulau di tenggara Ambon ini. Akan sangat lebih baik bila anda datang langsung karena Banda Naira memang layak dikunjungi. Sejarah bangsa banyak terukir di sana, keindahan alamnya tidak cukup dikatakan indah tetapi megagumkan.

Bangsa-bangsa lain di dunia mengenal pulau-pulau di Maluku sebagai Spice Islands atau Pulau Rempah karena menjadi pemasok utama pala, bunga pala dan cengkih di dunia. Sejak abad ke-15 dan empat abad lamanya Portugis,Inggris dan Belanda bergantian saling berperang menguasainya.

Gugusan kepulauan Banda Naira di Maluku terbentang di Laut Banda, terdiri dari Naira, Banda Besar, Gunung Api, Ai, Run, Hatta (Rosengain), Sjahrir (Pulau Pisang), Nailaka, Manukang (Pulau Suanggi) dan Pulau Karaka. Tiga yang disebut terakhir tidak berpenduduk.

Manfaat Lebih Buah Pala


Pala merupakan tanaman multiguna dan komoditas ekspor Indonesia nonmigas utama ini kaya akan vitamin C, kalsium, dan fosfor. Pala juga biasa digunakan sebagai obat diare, kembung, mual, serta untuk meningkatkan daya cerna dan selera makan.
Salah satu oleh-oleh khas yang wajib diburu kalau berlibur ke Banda Naira adalah manisan buah. Buah yang banyak diolah menjadi manisan adalah pala, Banda Naira, yang merupakan salah satu sentra produksi pala, manisan pala paling populer. Konon, manisan pala telah dikenal di Banda Naira sejak zaman Belanda, yaitu ketika petinggi-petinggi VOC banyak berdiam di kota Pala tersebut
Ada dua jenis manisan pala, yaitu manisan pala basah dan manisan pala kering. Selain sebagai manisan, daging buah pala juga dapat diolah menjadi jeli, sirop, dodol, chutney, selai, sari buah, wine, dan cider pala.

"Banda Underwater Photo Rally Competition 2010"

Ikan Mandarin (Synchiropus splendidus) yang merupakan spesies langka menjadi target fotografer dalam dan luar negeri yang mengikuti lomba foto bawah laut "Banda Underwater Photo Rally Competition 2010".
"Saya benar-benar penasaran ingin mengabadikan mandarin fish yang terkenal di dunia dna menjadi ikon pariwisata dunia saat ini," ujar fotografer Aida Kurnia Fitri di Banda Naira, Rabu.
Dia mengaku telah menyelam di perairan Pulau Banda, sejak Minggu (25/4) terutama di perairan antara dermaga Banda dan Pulau Gunung Api, namun belum berhasil memotret ikan karang langka dan dilindungi itu.

The Curse of the Spice Island. Kutukan yang Akan Selalu Memikat Kita untuk Kembali ke Banda.

Komoditi utama dunia pada abad ke-16 hingga 18 ini telah memecah wilayah Nusantara menjadi bagian jajahan Portugis, Inggris, dan Belanda. Di abad ke-17, Pulau Rhun, pulau kecil di Banda yang kaya kebun pala adalah wilayah jajahan Inggris pertama di luar kawasan Britania Raya (Inggris, Skotlandia, dan Irlandia). Namun sebagian besar wilayah Maluku telah dikuasai Belanda. Keberadaan Inggris di salah satu dari sembilan pulau di Banda itu dianggap mengganggu dominasi Belanda. Perjanjian Bereda  pada November 1674 mengakhiri persaingan rempah-rempah itu. Demi menggenapi monopoli pala, Belanda pun menukar jajahannya di daratan Amerika, New Amsterdam, dengan pulau Rhun milik Inggris. Nieuw Amsterdam, salah satu permukiman kulit putih terbesar di daratan Amerika saat itu, merupakan cikal bakal kawasanManhattan, jantung kota New York. Kini, Manhattan merupakan pusat perdagangan dunia dengan transaksi ratusan miliar dolar AS per jamnya. Sementara Pulau Rhun tetap sebagai penghasil Pala yang terpencil. Kepada setiap turis, terutama dari AS, Des Alwi selalu menceritakan tragedi konyol ini. ''Tahukah Anda, dulu pulau ini ditukar dengan Manhattan. Bisakah kami menukarnya lagi?'' pinta Des. Walau begitu, Banda tetap memiliki kekayaan yang membanggakan, yakni alam dan warisan sejarahnya. Auranya seperti tak pernah beranjak dari zaman kolonial, benteng, dan bangunan kuno yang terjaga hingga kini. Kearifan Banda telah menjaga taman-taman lautnya menjadi salah satu tempat penyelaman terbaik di dunia. Hampir seluruh wilayah Banda adalah surga bawah air. Bahkan di dermaga Maulana Inn. Pesona Banda menarik banyak tokoh dunia untuk menyambanginya. Dari penyelam legendaris Prancis, almarhum Jacques Costeau yang fotonya dipajang di Maulana Inn, Princess of York Sarah Fergusson, juga rocker Mick Jagger. Bahkan sutradara film Apocalypse Now, Francis Ford Coppola, ikut terpesona keelokan dan sejarah Banda. Coppola ingin membuat film perang laut berlatar rebutan pala antara Inggris dan Belanda itu. Entah kenapa, rencana itu gagal. Bila Jerry Bruckheimer sudah bosan, sebaiknya dia membuat sekuel ketiga film Pirates of the Caribbean Sea di Banda saja dan kita beri judul The Curse of the Spice Island. Kutukan yang akan selalu memikat kita untuk kembali ke Banda.
banda-naira.blogspot.com

Diving Banda; Diving Diversity

Adventuring Banda

Volcanoe Trekking
One can reach this islet only in 5 minutes by canoe, from Naira. The top of Banda's active volcano is appr. 600 meters above the sea level. Best for those, who like hiking. From the top, you'll have a very nice view of Naira and the surrounding islands. The last volcano eruption was on May 9, 1988. It forced the inhabitatnts of Naira and Lonthoir islands to evacuate. The ash covered the sky for about one week, and even the Ay Island was invisible.
 Kora-Kora War Boat Race
Kora-kora canoes Race are held in April and October every year. They compete on a quiet stretch of water between Naira and Gunung Api (Volcano).

banda-naira.blogspot.com

Banda Historical Herittage


Former VOC Palace
This VOC Palace was built in 1611 by the first Dutch VOC Controller and later used y the first Dutch VOC Governor - General, Jan Pietersoon Coen, in 1621. This ansion faces the Zonnegat strait, with the huge Belgica Fortress in the background on the Tabaleku HV hill. A larger replica of this mansion was built a year later (1612) in Jayakarta, akarta now, and since the Indonesian Independence, it has been used as the Palace of the President of the Republic of Indonesia. In one of the yards and gardens of Naira Mansion, there is a large bronze statue of Stadhouder Willem of the Neteherlands. On the one of the window's glass facing the sea, there is a 19th century inscription carved by a 35 year old Resident Rutger Martens Schwabbing.
The inscription date is September 1, 1831. This gentleman died on April 12,1832 according to the Dutch historical records. There was once a local belief of the Naira's people that the inscription was made by the same man, but after his death, the year was read as 1832. It is still said that the room is "spooky" (kamar spok). You can easily walk for 10 minutes to this spot from the harbour.
Fort Nassau
Nassau Fort, often referred to as the "Beneden Kasteel" was built in the early years of the Dutch settlement in the Banda Islands. Admiral Verhoeven built this fort in 1607-1609 on the remains of a Portuguese fort built a century earlier. Verhoeven never saw the completion of this fort, because he was killed in an ambush by local Bandanese freedom fighters in 1609. This fort is still a ruin now and there was a hidden underground stairway leading to the hilltop of Fort Belgica. Jan Pietersoon Coen, a sailor under the command of Admiral Verhoeven, escaped from the ambush while Verhoeven didn't.
Later in 1621 Coen returned to the Banda Islands as the VOC Governor-General and made his revenge for the 1609 villainy/ massacre. He brought with him 80-100 Japanese mercenaries (some of them well-practiced executioners) in his expedition to the Banda Islands in 1621.
The Banda massacre on May 8, 1621, was held in the area in front of the Nassau fort. Six Japanese swordmen beheaded and quartered 44 orang kaya (chiefs or village elders). Some told that there were only 42 cut into five, because two of them,
House of the Late Dr. Moh. Hatta
Some 50 metres from the VOC Mansion is the house of Dr. Moh. Hatta, who was exiled by the Dutch. Later in 1945 he became the first Vice-President of the Republic of Indonesia, with Ir. Soekarno as the first President. This house is converted to a historical monument / museum and opened to visitors. There is a large ancient earthenware urn in the yard of the house. The urn is half-buried in one corner of the yard.
Fort Belgica
Belgica Fort was built in 1611 by the first Governer-General of the Banda Islands, Pieter Both, who was an energetic and experienced sea captain and merchant. He built Belgica Fort on the spot where Nassau Fort should had been built. This fort was rebuilt and enlarged several times during the Dutch occupation. Today it has been renovated according to its original dimensions and size.
Old Church
This church was bulit in 1852 to replace the Hollandische Kerk which was destroyed by a big earthquake. The ancient church was built in the 1600s and was then the pride of Naira town, which was also destoyed. The Sunday services during the Dutch colonial period of the 17th century were conducted in Dutch in the morning and in Malay in the afternoon.
This church is situated in a 17th century park surrounding the Fort of Nassau. The church has granite gravestones composing the floor, bearing the names of Dutch officials and Bandanese Perkeniers of the former centuries. They were buried under the enormous granite markers, sunk into the floor of the church. There were several old bibles found in this church dating from the 18th century. On the panels of the front door there is still visible the inscription of the old VOC initials.
The old bronze church bell is still used, and it is believed that there are only four bells from that period left in the world.
Bronze Bust of Stadhouder Willem III
The bronze bust of Stadhouder Willem III of the Netherlands was brought to Naira during VOC's golden era. It is found between the Governor-General Mansion and the VOC Authority office / NHM (Nederlandsche Handels - Maatschappij), a semi-private Dutch Trading Company, and successor of the VOC, which took over the VOC personnel, facilities, function, and techniques to manage most of the perkeniers' (plantation) products.
This bust together with the two bronze lions in front of the entrance of the mansion, were thrown to the sea by the citizens during the Indonesia-Dutch conflict in 1950.
Later these items were repaired and placed in their present location. The original location' of the bust was in a park, somewhere near the Naira Church and the Belgica Fort.
The Old Naira Town
Naira town is very different from it was in the old 17th, 18th and 19th centuries. The offices of the controleur and the houses of the perkeniers are mostly in ruins today. These buildings have no longer the original huge paving slabs, polished marble, brightly glazed floor tiles, heavy beams, and large shuttered doors and windows. These marble tiles and other home and office furniture are brought from Holland and functioned as ballast on the ship sailing to Banda. These ships returned to Holland laden with spices (cloves, nutmeg, and mace) as trade commodities which also functioned as ballast. Once there was a proper gravel roadway shaded by trees which enriched the beauty of the town of Naira. The trees were cut down in the 1960s, leaving only the trees grew in the residential yards.
The Perken
The Banda Archipelago was the original product center of the world-renowned spices, the nutmeg and mace. When the Dutch took it over by force from the Portuguese, they established their perken, the so-called nutmeg-plntations all over these islands. There are about 68 perkens on these islands: 3 are found on Naira Island, 34 on Lonthoir or Banda Besar, and 31 on Ay islet. Before, during and after the Banda massacre in 1621, the original inhabitants of the Banda Islands fled to Seram, Kei and other islands. The Dutch then brought in people from Java, South Sulawesi (Buton) and Central Maluku to work as farmers, picking and collecting, peeling and sorting, drying and loading the nutmeg and mace, under the supervisions of Dutch Perkeniers. Photo courtesy of Kai Muiier So the present day inhabitants of the Banda Islands are a mixture of Dutch, Javanese, Butonese and Central Malukan ancestry. There are still nutmeg trees of over two centuries old which are still producing. These nutmeg plantations on the Banda Islands are still to be seen, some are planted among the tall canary trees to shade and protect the nutmeg trees from the sunrays. Most of these nutmeg plantations are still productive and managed by P.T. Perkebunan Pala Banda. lonthoir Island or also known as Banda Besar, is the largest island in the Banda Islands (appr. 2.800 ha.). It looks like a great wall hiding and protecting the Naira and Gunung Api Islands from the south­eastern winds and waves. This island also has many attractions to offer to the visitor, among others:
Fort Hollandia
This fort was built in 1642 on Lonthoir island facing the Naira's VOC Governor-General's mansion, across the Zonnegat strait. Formerly named Fort Lonthoir, later Dr. Pieter Vlak renamed it Fort Hollandia.
From here one can enjoy a nice view across the Zonnegat Strait to the mansion, and the Belgica Fort on top of the Tabaleku hill on Naira island and even to the villages along the shoreline of Lonthoir.
The fort was built to control the sea traffic passing through the strait between
Naira arid Lonthoir, especially monitor the activities of the nutmeg and mace trade down in the village of Lonthoir. To reach this fort one must walk through the village of Lonthoir and then go up appr. 260 stairs, past one of the perkeniers' recidences, and an old 18th century Dutch cemetery. One of the perkeniers' graves was made for a Bandanese-born Dutch family of the Lantzius perkenier.
The fort is small and is in ruins, but it was built on the hill top, and it is worth to visit for its historical background and for the fantastic view.
"Nona Lantzius" Tomb
"Nona Lantzius" was the daughter of Lantzius, a perkenier. She was born in Naira on April 26, 1874. No one knows her name because the marble plate on her tomb where her name was written has been taken away. On the back of her tomb was a Dutch inscription :
It says that on April 26, 1847 she was born in Naira, passed away on June 29, 1887 in 's Gravenhage (the Neteherlands) after a surgery; buried temporarily there on July 2; on September 29 uncovered and taken to Amsterdam and put on board of the Danish fregat "Glaus"; October 21 departed from Ijmuiden; arrived on February 17, 1888; and laid here on the 22nd of February 1888. Her tomb was made by Laurent Philips & Co., the Hague in Holland and shipped to Lonuioir. The remains of this lady were on board for nearly four months to have her final and eternal rest on Lonthoir island where she was born and grown up. Her grave is known to the Lonthoirs as "Nona Lantzius" (Miss Lantzius).
Perkenier's Residence
Up on the hill, there is an old Dutch perkenier's residence. This building is now used as the office of the local village administration. One can still see the ruins of an old drying house here, where the nutmegs were fire-dried in the rainy season. Old ruined storage buildings are also found here.
One has to climb more than 260 stairs to this walled building. This stair-way was built during the Dutch era, and later rebuilt by the villagers. From here one will have a very nice view up to the volcano and down to the Naira Island.
One of the famous Dutch admiral who came to Banda Islands in 1623, Pieter van den Broecke, had his perken on this island. A large picture of him can be seen in the London Museum today. He married a Bandanese woman and his great-great grandson is still living in Lonthoir, controls his perken. This old man still bears the name van den Broecke, owns a small accomodation facility in Walang Besar village in Lonthoir. One of his great-grand fathers, lieutenant and perkenier Paulus van den Broecke, has his tomb dated 1754 in the church yard of former Ay's Bethlehem Church.
Fort Concordia
Concordia Fort is also known as Fort Wayer, situated in the village of Wayer on the eastern coast of Lonthoir island. During the heyday of the spice trade this fort served as a watchtower for all the perkens in the eastern side of Lonthoir island.
Perigi Keramat
This is a well which is regarded sacred to the inhabitants of the Banda Islands. The well is 7 meters deep situated on a hill, appr. 90 metres above the sea-level. To get there, one has to walk up the same stairway which leads to Fort Hollandia and the Dutch Perkenier mansions, halfway up there is a right turn to the well.At certain times there is a Cleaning Ceremony of the well. The last time it was cleaned in 1989. To clean it, the villagers used a 99 depa (99 local fathoms) white cloth.According to a reliable source in Naira, the cleaning ceremony of the Perigi Keramat is done to commemorate the death of 33 Imams (Moslem leaders). One day, a group of Dutch soldiers and merchants got drunk with a group of villagers. The villagers took them to a rock and dropped them into the sea. Nobody knew what happened to the Dutch soldiers and merchants. Later, someone found the remains of these victims in the sea and made a report to the Dutch authorities in Naira. The Dutch authority was very angry, so they caught the 33 imams and dropped them into this well. The villagers later named the rock from where the drunken Dutch were dropped into the sea, Batu Belanda (Dutch Stone). Because the well was, and still used for drinking water, the local villagers of Lonthoir made a special ceremony to recall the recovering of the remains of the 33 imams and to clean the well. The remains of the 33 imams were taken out of the well, and by using 99 fathoms of white cloth, they cleaned the well. The white cloth is meant to wrap the remains of the 33 imams according to Islamic way of burying.

The Perken

The Perken

The Banda Archipelago was the original product center of the world-renowned spices, the nutmeg and mace. When the Dutch took it over by force from the Portuguese, they established their perken, the so-called nutmeg-plntations all over these islands. There are about 68 perkens on these islands: 3 are found on Naira Island, 34 on Lonthoir or Banda Besar, and 31 on Ay islet. Before, during and after the Banda massacre in 1621, the original inhabitants of the Banda Islands fled to Seram, Kei and other islands. The Dutch then brought in people from Java, South Sulawesi (Buton) and Central Maluku to work as farmers, picking and collecting, peeling and sorting, drying and loading the nutmeg and mace, under the supervisions of Dutch Perkeniers. Photo courtesy of Kai Muiier So the present day inhabitants of the Banda Islands are a mixture of Dutch, Javanese, Butonese and Central Malukan ancestry. There are still nutmeg trees of over two centuries old which are still producing. These nutmeg plantations on the Banda Islands are still to be seen, some are planted among the tall canary trees to shade and protect the nutmeg trees from the sunrays. Most of these nutmeg plantations are still productive and managed by P.T. Perkebunan Pala Banda. lonthoir Island or also known as Banda Besar, is the largest island in the Banda Islands (appr. 2.800 ha.). It looks like a great wall hiding and protecting the Naira and Gunung Api Islands from the south­eastern winds and waves. This island also has many attractions to offer to the visitor, among others:
Nikmati Beningnya Laut di Banda Neira

Kepulauan Banda Neira yang berada di provinsi Maluku ini dikenal memiliki obyek I bawah laut yang menakjubkan. Kepulauan ini tak lagi asing bagi penggemar wisata bahari, terutama mereka yang hobi menyelam dan snorkling. Daya tarik utama kepulauan ini adalah keindahan taman laut beserta keanekaragaman fauna dan flora yang hidup di dalamnya.

NERACA - Kepulauan Banda Neira juga memiliki berbagai lokasi wisata darat yang tak kalah memukau, terutama obyek wisata sejarah. Berbagai bangunan tua sisa peninggalan masa penjajahan Portugis dan Belanda masih kokoh dan terawat dengan baik.

Menyusun jalanan di Banda Naira, seolah membawa ana pada awal tahun 1900-an dengan jalanan kotanya yang relatif sempit dan sepi dari lalu lalang kendaraan roda empat. Sempitnya jalanan kota yang hanya memiliki lebar sekitar empat meter ditambah teduhnya pepohonan besar di beberapa bagian jalan membuat suasana kota kecil yang asri di awal abad XX masih terasa.

Permukiman padat yang menandakan perubahan zaman terletak di daerah-daerah baru maupun tempat yang sejak dulu terkenal sebagai pusat kegiatan ekonomi, seperti Kampung China dan Kampung Baru. Di tempat itulah berdiri pasar, sekolah maupun perumahan warga lainnya. Bangunan cagar budaya umumnya terletak di Kampung Ratu yang berpusat di sekitar Benteng Belgica dan Istana Mini. Di sekitar tempat tersebut masih banyak berdiri rumah-rumah kuno yang besar.

Salah satu bangunan tua yang terawat baik adalah Kantor Polisi Sektor Pulau-pulau Banda. Meskipun namanya kantor polisi, bangunannya sama sekali tidak menunjukkan seperti umumnya kantor polisi. Arsitektur bangunan tetap dipertahankan, hanya warna-warna tulisan yang mencolok membuat gedung tua itu terlihat semarak.

Banda Neira dibangun oleh Portugis pada awal abad XVI, yang kemudian dikembangkan oleh Belanda. Belanda mengembangkan Banda Neira sebagai kota yang bergaya Eropa, seperti pelabuhan, perkebunan pala, permukiman warga Belanda dan kantor pimpinan VOC (Vereenigde Oost Indiesche Companie) pun dibangun dengan gaya arsitektur Belanda.

Banda Neira juga dijadikan sebagai tempat buangan para pejuang kemerdekaan. Selain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir, tokoh lain yang pernah diasingkan di Banda Naira adalah dr Cipto Mangunkusumo (1928), Iwa Kusumasumantri (1930) serta sejumlah anggota Sjarikat Islam (Sl) yang dibuang sebagai hukuman karena melakukan pemberontakan.

Rumah-rumah yang dijadikan tempat pengasingan para tokoh-tokoh tersebut masih terawat dengan baik. Demikian pula dengan berbagai perabotan rumah tangga, peralatan kerja dan foto-foto tua. Meskipun rumah-rumah yang pernah ditinggali para pejuang tersebut dihuni oleh orang lain, anda bisa bebas menikmati dan melihat-lihat peninggalan yang ada.

Di rumah Bung Hatta yang sudah dipugar pada tahun 1981-1983, anda bisa mengikuti jejak perjalanan Buang Hatta selama diasingkan di Banda Naira antara tahun 1936 dan 1942. Benda-benda yang pernah digunakan Bung Hatta, seperti pakaian, kopiah, kacamata, mesin ketik tempo dulu, hingga perlengkapan rumah tangga, seperti kursi tamu, lemari makan, dan tempat tidur masih tertata rapi, demikian juga foto-foto Bung Hatta dan keluarga, terpampang rapi di setiap ruangan rumah.

Pada bagian belakang rumah terdapat bangku-bangku sekolah yang digunakan Bung Hatta untuk mengajari anak-anak Banda dalam hal tulis-menulis, memba-
ca, aritmatika dan bahasa Inggris. Semua pelajaran diajarkan dalam bahasa Belanda. Di dekat lokasi bangku sekolah tersebut terdapat sebuah gentong besar yang digunakan Bung Hatta untuk menampung air hujan sebagai sumber air minum.

Kondisi serupa juga terdapat di rumah tempat pengasingan Sutan Sjahrir dan dr Cipto Mangunkusumo. Sejumlah barang peninggalan mereka selama diasingkan di Banda Naira masih terawat dan tertata baik. Bentuk dan arsitektur asli bagunan tetap dipertahankan dan menjadi daya tarik tersendiri. Jendela-jendela rumah yang berukuran besar, tiang-tiang penyangga rumah berbentuk bulat dan langit-langit rumah yang tinggi memberikan kesan rumah yang kokoh dan megah.

Tak jauh dari rumah dr Cipto Mangunkusumo, terdapat Istana Mini. Pada abad XVIII Istana Mini tersebut dijadikan tempat tinggal dan kantor Gubernur VOC Kini istana tersebut kosong melompong, setelah penghuninya yang terakhir, yaitu Camat Banda, pindah ke rumah dinas yang baru.

Di gedung besar ini, sejumlah guratan sejarah masih membekas dan dibiarkan apa adanya, seperti lubang bekas tembakan meriam dan surat seorang tentara Portugis. Lubang tembakan meriam dengan kedalaman puluhan sentimeter itu berasal dari tembakan meriam dari arah Teluk Banda dan terletak pada dinding belakang ruang utama. Sedangkan surat seorang tentara Portugis sebelum mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di gedung tersebut diguratkan pada kaca jendela depan sebelah kanan gedung.

Di samping kanan Istana Mini terdapat sebuah baileo atau ruang pertemuan yang biasa dipergunakan masyarakat Banda untuk mengadakan rapat atau tempat menyambut tamu penting. Semasa penjajahan Belanda, gedung tersebut dikenal dengan sebutan Gedung Societeit yang digunakan oleh orang-orang Belanda pemilik perkebunan sebagai klub untuk minum-minum dan bermain bridge.

Benteng Belgica adalah bangunan bersejarah lain di Banda. Benteng berbentuk segi lima ini terletak di atas perbukitan barat daya Pulau Banda. Pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit.Dari puncak menara,anda bisa
menikmati panorama sebagian daerah Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, puncak Gunung Api yang menjulang, sampai rimbunnya pohon pala di Pulau Banda Besar.Benteng Belgica merupakan benteng peninggalan Portugis yang dibangun pada tahun 1602 hingga tahun 1611. Di bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.

Untuk menikmati berbagai obyek wisata di Banda, anda dapat melakukannya sendiri maupun mengikuti paket-paket wisata yang ditawarkan oleh pengusaha hotel maupun penginapan. Sebagian besar paket yang disediakan berupa paket menyelam ataupun snorkling. Selain itu, terdapat kegiatan agrowisata ke kebun pala maupun mendaki Gunung Api. lir/dbs
Entitas terkaitArsitektur | Banda | Bangunan | Belanda | Benteng | Bentuk | Bung | Camat | Cipto | Daya | Gunung | Istana | Kampung | Kepulauan | Kondisi | Lubang | Maluku | Menyusun | NERACA | Permukiman | Portugis | Pulau | Sebagian | Semasa | Sempitnya | Sutan | Teluk | VOC | XX | Banda Naira | Banda Neira | Benteng Belgica | Benteng Nassau | Buang Hatta | Bung Hatta | Cipto Mangunkusumo | Gedung Societeit | Gunung Api | Istana Mini | Iwa Kusumasumantri | Kampung China | Kampung Ratu | Pulau Banda | Sjarikat Islam | Sutan Sjahrir | Teluk Banda | Gubernur VOC Kini | Kantor Polisi Sektor | Kepulauan Banda Neira | Nikmati Beningnya Laut | Selain Mohammad Hatta | Vereenigde Oost Indiesche | XVIII Istana Mini |
Ringkasan Artikel Ini
Selain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir, tokoh lain yang pernah diasingkan di Banda Naira adalah dr Cipto Mangunkusumo (1928), Iwa Kusumasumantri (1930) serta sejumlah anggota Sjarikat Islam (Sl) yang dibuang sebagai hukuman karena melakukan pemberontakan. Di rumah Bung Hatta yang sudah dipugar pada tahun 1981-1983, anda bisa mengikuti jejak perjalanan Buang Hatta selama diasingkan di Banda Naira antara tahun 1936 dan 1942. Jendela-jendela rumah yang berukuran besar, tiang-tiang penyangga rumah berbentuk bulat dan langit-langit rumah yang tinggi memberikan kesan rumah yang kokoh dan megah. Pada abad XVIII Istana Mini tersebut dijadikan tempat tinggal dan kantor Gubernur VOC Kini istana tersebut kosong melompong, setelah penghuninya yang terakhir, yaitu Camat Banda, pindah ke rumah dinas yang baru. Dari puncak menara, anda bisa menikmati panorama sebagian daerah Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, puncak Gunung Api yang menjulang, sampai rimbunnya pohon pala di Pulau Banda Besar.Benteng Belgica merupakan benteng peninggalan Portugis yang dibangun pada tahun 1602 hingga tahun 1611. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.

SENSASI SURGA BAWAH LAUT BANDA NAIRA


SENSASI SURGA BAWAH LAUT BANDA NAIRA

Kepulauan Banda bukan saja dikenal memiliki kota tua abad XVIII dan XIX yang masih terawat baik serta banyak peninggalan sejarah seperti benteng kolonial dan rumah pejuang Indonesia yang pernah dibuang ke daerah itu seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahril, tetapi Banda juga dikenal sebagai tempat yang memiliki banyak obyek wisata bawah laut yang menakjubkan. Bukan saja di Indonesia, tetapi juga dunia internasional.

Kepulauan yang berada di tengah-tengah luasnya laut terdalam di Indonesia itu tak lagi asing bagi penggemar wisata bahari, terutama mereka yang hobi diving dan snorkeling. Daya tarik utama kepulauan ini adalah keindahan taman laut beserta keanekaragaman fauna dan flora yang hidup didalamnya.

Kepulauan Banda berada di tepian palung paling dalam di Indonesia yakni laut Banda. Di sekitar pulau Manuk misalnya, kedalaman airnya mencapai 6.500 meter. Panorama taman laut di kawasan ini tak usah diragukan lagi keindahannya. Hampir setiap pulau di gugusan kepulauan Banda dikelilingi taman laut yang kaya dengan koral warna-warni dan beragam jenis ikan seperti di sekitar pulau Naira, pulau Gunung Api, pulau Lonthor, pulau Ai, pulau Sjahrir dan pulau Hatta.

Menurut tokoh masyarakat Banda, Des Alwi, terdapat 52 lokasi diving dan snorkeling di laut Banda, namun baru 32 yang diperkenalkan kepada penikmat olaraga bawah laut ini. “Ada 52 dive side tapi saya cuma lepas (perkenalkan) 32 lokasi taman laut untuk diving dan snorkeling,” kata Des Alwi kepada pers di Banda Naira, belum lama ini.

Taman laut Banda yang pernah digelar ivent diving internasional pada tahun 1991 dan 1995, masih terdapat ikan Napoleon yang kini termasuk jenis ikan paling langka di dunia. Mandarin Fish yang juga paling dicari penyelam internasional karena keindahan sisiknya, dapat dijumpai dengan mudah di laut Banda. Menurut Des Alwi, adanya ikan Napoleon menandakan kualtas air di laut Banda masih baik sekali.

“Ikan Napoleon nyaris habis di mana-mana karena diburu atau karena laut yang kotor. Di banda, masih mudah kita jumpai ikan Napoleon, ada juga ikan Mandarin dan jenis ikan lainnya. Ini membuktikan kalau laut kami serta karang-karangnya masih bagus,” ujarnya bangga.

Menurut Des Alwi, kedalaman laut Banda membuat microbiologi yang hidup di laut ini sangat berbeda dengan kehidupan microbiologi di laut lainnya di Indonesia. Microbiologi di laut Banda menjadi nutrisi utama pembentuk karang dan biota laut lainnya. Karena itu pula, kehidupan dan pertumbuhan koral di salah satu lokasi diving yang pernah dihancurkan oleh lahar Gunung Api Banda yang meletus tahun 1989 misalnya, kini tumbuh dengan sangat cepat sekali, mematahkan rasionalisasi para ahli.

“Kalau teorinya, setelah hancur oleh lahar gunung api maka karang akan tumbuh lagi sekitar 75 tahun setelahnya, tetapi di Banda berbeda. Baru sekitar sepuluh tahun sudah tumbuh karang-karang berbagai jenis dan tumbuhnya begitu rapat,” katanya.

Pada tahun 2001 dan 2002, the Conservancy melakukan Kajian Ekologis di Kepulauan Banda, tujuannya untuk mengumpulkan informasi mengenai sumberdaya lautnya. Penelitian awal saat itu menunjukkan bahwa terumbu karang di Banda memiliki keragaman hayati yang luar biasa, dengan adanya 310 jenis karang pembentuk terumbu, sekitar 871 spesies ikan, serta populasi hiu dan kerapu yang sangat tinggi. Kepulauan Banda kemudian diajukan sebagai Kawasan Warisan Dunia.

Karena keindahan karang dan biota lautnya, laut Banda pada tiga tahun lalu dipilih menjadi Kawasan Warisan Dunia untuk surga bawah laut di Indonesia, mengalahkan taman laut di kepulauan Raja Ampat (Papua Barat), Bunaken (Sulawesi Utara), Wakatobe (Sulawesi Tenggara) dan Berau (Kalimantan Timur).

Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI M. Noer Muis yang kini memimpin Tim Diving Maluku melakukan observasi ke sejumlah lokasi diving di Maluku mengakui keindahan taman laut Banda. “Saya sudah menyelam di mana-mana seperti di Bunaken, kepulauan Seribu (Jakarta) atau di Bali, tapi taman laut di Banda jauh lebih indah,” kata Muis.

Meskipun baru melakukan diving di tiga dive side, namun sensasi keindahan bawah laut Banda membuat Muis terkagum-kagum. Ia bahkan menganalogikan taman laut di pesisir pulau Gunung Api yang merupakan bekas tumpahan lahar panas vulkano sebagai taman golf yang indah di bawah laut.

“Terumbu karang di daerah lahar tumbuh dengan waktu relatif singkat yakni hanya sepuluh tahun sudah tumbuh bagus dan bentangannya cukup luas, bahkan terlihat tidak ada dasar yang tidak ditumbuhi oleh karang meja, ini luar biasa. Di spot lainnya juga, baik terumbu karang maupun jenis ikannya indah sekali,” ujarnya.

Menurut Muis, keindahan panorama bawah laut Maluku tidak boleh dibiarkan tidur terlalu lama, tapi harus dikenalkan secara luas. Ia bahkan bertekad untuk mempromosikan Maluku, khususnya keindahan taman laut ke mancanegara.

“Saat ini saya bersama Tim Divers Maluku akan mencoba mengangkat potensi bahari Maluku dengan mendokumentasinya untuk dikenalkan ke mancannegara, khususnya menjadikan WOC (World Ocean Confrencce) di Manado untuk forum promosinya,” kata Muis.

Selain taman laut Banda, taman laut di kepulauan Lucipara juga menjadi andalan Maluku. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku, Florence Sahusilawane mengatakan, Provinsi Maluku akan mempromosikan keindahan panorama alam bawah laut Banda dan kepulauan Lucipara dalam WOC di Manado pada tanggal 11-15 Mei 2009. Kegiatan WOC yang diikuti sekitar 120 negara itu, dinilainya sangat strategis untuk menjual potensi wisata bahari laut Maluku yang eksotis dan masih natural.

“Kondisi taman laut kami masih asri karena belum tersentuh kegiatan pembangunan sehingga sangat cocok untuk wisata selam, mancing, mandi sinar matahari atau wisata berpetualang,” ujarnya.

Gugusan kepulauan Lucipara yang masih berada di perairan laut Banda memiliki tujuh pulau tak berpenghuni. Selain dilingkari pasir putih untuk habitat penyu bertelur, terdapat panorama bawah laut yang menakjubkan karena keindahan bunga karang yang penuh warna. Jarak Lucipara dari Ambon sekitar 120 kilometer, dapat ditempuh dengan kapal laut berkecepatan 18 knot dalam waktu lima jam.











banda-naira.blogspot.com

The Banda Island

banda-naira.blogspot.com
The Banda Island
The Banda Islands are one of Indonesias top destinations for divers. Both experts and beginners will enjoy themselves here, as the diving ranges from the shallow lagoon between Banda Neira and Gunung Api to the vertical walls of Hatta Island, the most easterly in the group.
The Bandas offer stunning tropical scenery, a remarkable history, friendly villages, and some of the globe's most pristine, biologically diverse coral reefs. Scuba is new here, but the pioneering divers didn't have to work hard for their thrills. The undersea world around Ambon and the nearby island of Saparua have top-rate dive sites. Highlights among reef walls here are the presence of large marine life - sharks, enormous turtles, schools of Napoleon Wrasse, giant groupers, tuna, rays, and huge lobsters - neighbors to generous schools of reef fish.The Bandas offer stunning tropical scenery, a remarkable history, friendly villages, and some of the globe's most pristine, biologically diverse coral reefs. Scuba is new here, but the pioneering divers didn't have to work hard for their thrills. The undersea world around Ambon and the nearby island of Saparua have top-rate dive sites. Highlights among reef walls here are the presence of large marine life - sharks, enormous turtles, schools of Napoleon Wrasse, giant groupers, tuna, rays, and huge lobsters - neighbors to generous schools of reef fish.The Banda Islands, about 132 kilometers southeast of Ambon, consists of three larger islands and seven smaller ones, perched on the rim of Indonesia's deepest sea, the Banda Sea. Near the island Manuk, the water reaches a depth of more than 6,500 meters. Of the three biggest islands Banda, Banda-Neira and Gunung Api, the first two are covered with nutmeg trees and other vegetation. The third however, is entirely bare and highly volcanic. The seas around Banda are the site of the famous Maluku sea gardens with their bright corals and colorful fish darting through the crystal- clear waters and makes it suited to dive, snorkel or even just sightseeing.
Fantastic Dive Sites are :
1. Sonegat
The nearest site for a decent dive is just five minutes by boat from the hotels. It is in the sonegat-sea arm- between Banda Neira and Gunung Api, just offshore from a little seaside house owned by Des Alwi, the Bandas most famous son. The drop off here is steep and the wall extends down 25 meters to a grey, sandy bottom. There were few fish around, but a good sized dogtooth tuna cruised by and some beautiful blue girdled and emperor angelfish.

2.Keraka Island
Pulau Keraka or Crab Island is just a few minutes further out, and protects the north entrance of the Neira " Gunung Api sea passage. A nice sandy stretch on the north coast is perfect for picnic. At the south shore, there are some 18 meters down a mini-wall covered with hundreds of large blue-and-yellow tunicates. To the east shore, you may see at 10 meters a good assortment of reef fish and a school of half meter long barracudas.
3.Sjahrir Island and Batu Kapal
Sjahrir Island or formerly known as Pisang Island (Banana Island) and Batu Kapal (Boat Stone) are just 20 minutes by boat from the hotels on Banda Neira. These two sites combine well for a morning dive, a picnic on the beach, and an afternoon dive.
4.Gunung Api
In May 1988, the explosion from this mountain has killed of most of the off-shore coral formations around Gunung Api, but amazingly spared many sponges. Some corals are beginning to to grow back, but by and large the seascape remains bleak. There are no walls off Gunung Api. The bottom slopes gradually to 30-35 meters.
5. Lontar Island
The outer edge of Lontar Island, which represents part of the rim of a sunken caldera, offers several good dive sites.
6. Batu Belanda
On this site, you will find many barrel and tube sponges and small caves and cracks. The fish were varied and plentiful: a school of snappers, large emperor and blue-girdled angelfish, wrasses, a large pinnate bat-fish and numerous bannerfish
7. Ai Island
Together with Hatta Island, this island offers Bandas best diving. Both the north coast and the south "west of Ai are ringed with flawless coral walls, which are rugged and full of caves, the kind of habitat that harbors fish.
8. Hatta Island
Hatta Island is about 25 km by sea from Banda Neira. Skaru atoll, a barely submerged reef a few hundred meters off the southern point of Hatta. On a coral outcrop, watch the passing parade of Unicornfish, Fusiliersm Jack Fish and Rainbow Runners, often seen Whitetip Sharks (almost 2 meters) and Dogtoothed Tuna, Napolean Wrasse, and Hawksbill Turtles.
How to getting there
To Ambon :usually fly from Denpasar Bali via Ujung Pandang.
To Banda Islands :fly from Ambon by small plane/Merpati Airlines.
or Flying from Ujung Pandang to Ambon. Then you'd have to wait for the ferry (once every two weeks), and stay at the Bandas for 17 days until the ferry returned.

Where to Stay:
There are plenty of small, very inexpensive places to stay around Bandas that you can choose to stay with varied price and facilities
Moving Around
any days can be spent around these lush islands. Spices are still grown here and the local people still make traditional food and snacks using these once very rare and sought after spices. Short walks to see the forts left behind by the Dutch, visits plantations of nutmeg. The trek up Gunung Api will surely leave a lasting impression with amazing panoramic views if the islands surrounding Banda Niera
Dining and Souvenir Tips
here are only a few small restaurants with varied of Indonesian foods and Try to buy some local souvenirs here or traditional foods and snacks.
Other things to see or Do
or non divers need not worry about boredom, beside snorkeling in the lagoon right off Banda Neira, there are tennis courts and go on a short pleasure trip around Banda Neira. For those who bring their children, they can swim in calm waters or watch the sharks, fish and turtles in two enclosures in the lagoon.
Travel Tips
Diving is possible all year round, but the monsoon may restrict your choice of dive sites from July to September,Diving is usually comfortable, with good visibility and calm waters, but some of the dive sites are subject to conditions that make them suitable for experienced divers only,Don't forget to equipped yourself with diving equipments, surf board and snorkel,Try to hire equipment from larger firms as these tend to be more reliable, but remember the responsibility of checking the equipment is ultimately yours.Bring a bathing suit and extra clothings.