widgets
Untuk lebih Detil Klik >> Penawaran Produk dan Jasa
Showing posts with label For Sail Banda 2010. Show all posts
Showing posts with label For Sail Banda 2010. Show all posts

PELAYARAN NIAGA ORANG BANDA

Pala dengan fullinya (bunga pala) merupakan komuditi yang sangat dibutuhkan di pasar internasional, terutama di Eropa dan China. Akan tetapi untuk sampai ke daerah konsumen itu dibutuhkan sebuah jaringan pelayaran niaga antar pulau yang cukup panjang, disamping risiko laut yang harus dihadapi oleh para pedagang. Risiko laut yang dihadapi antara lain seperti gelombang besar yang berakibat perahu tenggelam atau terdampar, juga perompakan di laut oleh kelompok-kelompok bajak laut ). Jaringan pelayaran niaga yang panjang dengan banyak pedagang perantara serta risiko-risiko laut yang dihadapi oleh para pedagang itu merupakan dua faktor yang menyebabkan perbedaan harga pala yang begitu mencolok antara daerah produsen (Banda) dengan daerah konsumen (Eropa).

KEPULAUAN BANDA DALAM JARINGAN PERDAGANGAN LAUT INTERNASIONAL

Karena Pala Penjelajah Dunia Mencari Banda.
Sebagai produsen tunggal buah pala saat itu, kepulauan yang kecil ini berhasil menarik para pedagang asal Cina, Asia Selatan dan Timur Tengah sekurang-kurangnya 2000 tahun yang lalu 

Buah pala asal Banda Neira telah di kenal di Eropa sejak zaman Romawi dan di Timur Tengah sejak zaman Fir’aun, melalui sebuah jaringan perdagangan laut (pesisir) yang sangat panjang, penuh risiko dan sangat dirahasiakan. Kegiatan penjelajahan dunia oleh bangsa-bangsa Eropa terutama oleh
Portugis dan Spanyol sesungguhnya tidak dilatarbelakangi oleh suatu upaya untuk membuktikan bahwa dunia itu bulat, atau untuk menebar missi suci mereka, tetapi lebih termotivasi oleh hasrat untuk menemukan kekayaan yakni buah pala dari Banda dan Cengkih dari Maluku Utara.

Paradise Island Banda Naira

"Bangsa Portugis yang tiba di Banda 1611 mengira merekalah yang pertama kali menemukan Spice Island (Pulau Rempah). Ternyata bangsa Moro telah berdagang di Banda selama 100 tahun yang lalu. Seperti halnya orang Portugis, ketika bangsa Morobpertama kalinya menginjakkan kakinya di Banda, mereka mengira merekalah yang pertama tiba di pulau ini. Dari dialog dengan orang-orang Cina di Banda, ternyata orang Cina telah berdagang di Banda 600 tahun sebelumnya. Itu berarti sejak awal abad ke sepuluh Banda Naira telah menarik bangsa-bangsa di dunia untuk berkompetisi, di mana buah pala (Myristica fragrans) sebagai komoditas utamanya sudah dikenal sejak masa Romawi."

Kutipan pendek dari buku "Sejarah Banda Naira" oleh Des Alwi-tokoh kelahiran Banda Naira sekaligus saksi sejarah-adalah referensi yang baik sejarah pulau-pulau di tenggara Ambon ini. Akan sangat lebih baik bila anda datang langsung karena Banda Naira memang layak dikunjungi. Sejarah bangsa banyak terukir di sana, keindahan alamnya tidak cukup dikatakan indah tetapi megagumkan.

Bangsa-bangsa lain di dunia mengenal pulau-pulau di Maluku sebagai Spice Islands atau Pulau Rempah karena menjadi pemasok utama pala, bunga pala dan cengkih di dunia. Sejak abad ke-15 dan empat abad lamanya Portugis,Inggris dan Belanda bergantian saling berperang menguasainya.

Gugusan kepulauan Banda Naira di Maluku terbentang di Laut Banda, terdiri dari Naira, Banda Besar, Gunung Api, Ai, Run, Hatta (Rosengain), Sjahrir (Pulau Pisang), Nailaka, Manukang (Pulau Suanggi) dan Pulau Karaka. Tiga yang disebut terakhir tidak berpenduduk.

Manfaat Lebih Buah Pala


Pala merupakan tanaman multiguna dan komoditas ekspor Indonesia nonmigas utama ini kaya akan vitamin C, kalsium, dan fosfor. Pala juga biasa digunakan sebagai obat diare, kembung, mual, serta untuk meningkatkan daya cerna dan selera makan.
Salah satu oleh-oleh khas yang wajib diburu kalau berlibur ke Banda Naira adalah manisan buah. Buah yang banyak diolah menjadi manisan adalah pala, Banda Naira, yang merupakan salah satu sentra produksi pala, manisan pala paling populer. Konon, manisan pala telah dikenal di Banda Naira sejak zaman Belanda, yaitu ketika petinggi-petinggi VOC banyak berdiam di kota Pala tersebut
Ada dua jenis manisan pala, yaitu manisan pala basah dan manisan pala kering. Selain sebagai manisan, daging buah pala juga dapat diolah menjadi jeli, sirop, dodol, chutney, selai, sari buah, wine, dan cider pala.

"Banda Underwater Photo Rally Competition 2010"

Ikan Mandarin (Synchiropus splendidus) yang merupakan spesies langka menjadi target fotografer dalam dan luar negeri yang mengikuti lomba foto bawah laut "Banda Underwater Photo Rally Competition 2010".
"Saya benar-benar penasaran ingin mengabadikan mandarin fish yang terkenal di dunia dna menjadi ikon pariwisata dunia saat ini," ujar fotografer Aida Kurnia Fitri di Banda Naira, Rabu.
Dia mengaku telah menyelam di perairan Pulau Banda, sejak Minggu (25/4) terutama di perairan antara dermaga Banda dan Pulau Gunung Api, namun belum berhasil memotret ikan karang langka dan dilindungi itu.

The Curse of the Spice Island. Kutukan yang Akan Selalu Memikat Kita untuk Kembali ke Banda.

Komoditi utama dunia pada abad ke-16 hingga 18 ini telah memecah wilayah Nusantara menjadi bagian jajahan Portugis, Inggris, dan Belanda. Di abad ke-17, Pulau Rhun, pulau kecil di Banda yang kaya kebun pala adalah wilayah jajahan Inggris pertama di luar kawasan Britania Raya (Inggris, Skotlandia, dan Irlandia). Namun sebagian besar wilayah Maluku telah dikuasai Belanda. Keberadaan Inggris di salah satu dari sembilan pulau di Banda itu dianggap mengganggu dominasi Belanda. Perjanjian Bereda  pada November 1674 mengakhiri persaingan rempah-rempah itu. Demi menggenapi monopoli pala, Belanda pun menukar jajahannya di daratan Amerika, New Amsterdam, dengan pulau Rhun milik Inggris. Nieuw Amsterdam, salah satu permukiman kulit putih terbesar di daratan Amerika saat itu, merupakan cikal bakal kawasanManhattan, jantung kota New York. Kini, Manhattan merupakan pusat perdagangan dunia dengan transaksi ratusan miliar dolar AS per jamnya. Sementara Pulau Rhun tetap sebagai penghasil Pala yang terpencil. Kepada setiap turis, terutama dari AS, Des Alwi selalu menceritakan tragedi konyol ini. ''Tahukah Anda, dulu pulau ini ditukar dengan Manhattan. Bisakah kami menukarnya lagi?'' pinta Des. Walau begitu, Banda tetap memiliki kekayaan yang membanggakan, yakni alam dan warisan sejarahnya. Auranya seperti tak pernah beranjak dari zaman kolonial, benteng, dan bangunan kuno yang terjaga hingga kini. Kearifan Banda telah menjaga taman-taman lautnya menjadi salah satu tempat penyelaman terbaik di dunia. Hampir seluruh wilayah Banda adalah surga bawah air. Bahkan di dermaga Maulana Inn. Pesona Banda menarik banyak tokoh dunia untuk menyambanginya. Dari penyelam legendaris Prancis, almarhum Jacques Costeau yang fotonya dipajang di Maulana Inn, Princess of York Sarah Fergusson, juga rocker Mick Jagger. Bahkan sutradara film Apocalypse Now, Francis Ford Coppola, ikut terpesona keelokan dan sejarah Banda. Coppola ingin membuat film perang laut berlatar rebutan pala antara Inggris dan Belanda itu. Entah kenapa, rencana itu gagal. Bila Jerry Bruckheimer sudah bosan, sebaiknya dia membuat sekuel ketiga film Pirates of the Caribbean Sea di Banda saja dan kita beri judul The Curse of the Spice Island. Kutukan yang akan selalu memikat kita untuk kembali ke Banda.
banda-naira.blogspot.com

BANDA NEIRA DAN SAIL BANDA 2010


Banda Neira adalah gugusan pulau-pulau kecil yang terletak disebelah Tenggara pulau Ambon propinsi Maluku dan termasuk dalam wilayah kabupaten Maluku Tengah.
Di Indonesia ada tiga daerah yang menggunakan nama Banda didepan more picturenama daerah tersebut, seperti Banda Aceh di ujung utara Sumatera, Banda Neira di Maluku Tengah dan Banda Eli di Maluku Tenggara. Namun yang paling terkenal dengan sebutan nama “Banda”, hanyalah Banda Neira.


Banda Neira adalah kota tua yang penuh kenangan dan bagian dari sejarah dunia internasional yang tidak terlupakan. Neira adalah ibu kota kecamatan Banda, kota yang telah berumur lima abad, sebuah kota tua yang menyimpan misteri suka dan duka bagi semua penduduknya, kota yang oleh sejarawan asing disebut sebagai “een klein Europeesche Stad in Zuid-Oost Azie atau group dari kota-kota eropa yang dimiliki Asia Tenggara.


Buah pala sebagai komoditi utama kepulauan Banda, adalah legenda yang menyimpan rakhmat sekaligus petaka bagi orang Banda. Dalam perekonomian Dunia pada abad ke-15 sampai dengan awal abad ke-19 yang mengkonsentrasikan pada perdagangan rempah-rempah, ternyata buah pala telah mengangkat nama Banda sebagai kota internasional, sekaligus juga membawa orang Banda dalam petaka yang berkepanjangan. Semua penderitaan orang Banda pada saat itu berpangkal pada buah pala. Rakyat Banda menjadi korban-korban tak berdaya dalam tangan besi imperialis Belanda. Puluhan Ribu rakyat Banda dibantai oleh Jan Pieterszoon Coen dan pasukannya dalam aksi perampasan terhadap hak-hak rakyat Banda ketika itu. Tanpa Belanda sadari, sesungguhnya Coen telah menoreh sejarah negerinya dengan darah rakyat Banda yang tak berdaya itu. Pertanyaan kritis dari tulisan ini adalah apakah setelah Indonesia Merdeka, buah pala masih tetap menjadi petaka bagi orang Banda ?. Sulit bagi orang Banda untuk menjawabnya karena mereka tidak diberi otoritas untuk itu. Otoritas perkebunan pala di Banda ada ditangan Pemda Provinsi Maluku, karena mereka memiliki klaim sebagai pewaris perkebunan pala di Banda Neira. Oleh karena itu menjadi wajarlah jika pertanyaan diatas dijawab oleh Pemda Provinsi Maluku melalui Sail Banda yang bergengsi itu.


Pembantaian terhadap puluhan ribu rakyat Banda bersama 44 tokohnya tidak pernah terlupakan dalam benak semua anak negeri Banda dari generasi ke generasi, dan untuk mengingat tragedi kemanusiaan itu, tempat terjadinya The killing field tersebut, orang Banda membangun sebuah monument yang dikenal sebagai monument “Parigi Rantai”. Baik parigi rantai maupun benteng-benteng pertahanan Belanda yang tersebar di hampir seluruh kepulauan Banda serta rumah-rumah mewah peninggalan Belanda dan Inggris, bukan saja menjadi objek wisata yang menarik, tapi juga menjadi symbol penderitaan rakyat Banda selama ratusan tahun. Apakah penderitaan nenek moyangnya selama ratusan tahun itu juga harus diwariskan kepada anak cucu Banda dewasa ini?. Orang Banda hanya bisa menjawab, semoga anggaran Sail banda yang ratusan milyard itu dapat menjadi investasi jangka panjang bagi masa depan Banda dan masa depan rakyat Maluku, sehingga petaka buah pala berubah menjadi rakhmat melalui event internasional “Sail Banda 2010”.


Kalau saat ini, wilayah Timur Tengah menjadi rebut-rebutan negara-negara Barat karena kandungan minyak diperut buminya, maka pada sekitar akhir tahun 1500-an sampai dengan akhir tahun 1800-an, Banda Neira menjadi tempat rebut-rebutan bangsa Barat karena buah palanya. Berabad-abad bangsa Portugis, Belanda dan Inggris, secara bergantian atau bersama-sama menguasai Banda Neira, sampai pada akhirnya Jepang datang untuk menghancurkan semua apa yang ada di kota ini, kota yang memiliki bentuk sebagai een klein Europeesche Stad in Zuid-Oost Azie itu.


Tidak dapat disangkal bahwa Banda Neira memainkan peranan penting dalam percaturan ekonomi dan politik dunia international. Secara historis, peranan Banda Neira tersebut terbukti pada abad 17 di saat Belanda dan Inggris bertikai untuk memperluas wilayah kekuasaan, dan Batavia (Jakarta) dikorbankan menjadi sasaran penyerbuan justru Banda Neira menjadi pusat pertahanan dan pemukiman Gubernur Jenderal VOC. Di bidang Ekonomi juga terbukti bahwa begitu pentingnya Banda Neira pada saat itu sehingga Belanda bersedia menukar koloni Manhattan New York Amerika dengan pulau Rhun salah satu pulau dalam gugusan kepulauan Banda dengan Inggris. Sebagai kota internasional pada saat itu maka Banda Neira terbuka bagi siapa saja yang ingin mengunjunginya. Proses-proses asimilasi dan akulturasi terjadi sehingga etnik Banda dengan adat istiadatnya memiliki ciri tersendiri bila dibandingkan dengan etnik Maluku lainnya. Orang Banda dewasa ini adalah keturunan campuran dari berbagai etnik yang pernah lama bermukim di Banda Neira, seperti Portugis, Belanda, Inggris, Cina, Malayu, Arab Jawa, Sulawesi dan lain sebagainya. Proses inilah yang menjadikan etnik Banda Neira sebagai “etnik unik” dengan penampilan-penampilan yang lebih enak dipandang, serta memiliki perangai sebagai “etnik periang”, ramah, penuh persahabatan dengan prioritas proses assosiatif dalam kontak-kontak sosialnya. Sebagai etnik baru yang lahir dari percampuran unik dari berbagai etnik, menjadikan orang Banda sebagai manusia-manusia baru yang tahan uji dalam penderitaan suka bekerja keras dan memiliki sikap toleran dan kepasrahan yang luar biasa. Itulah sebabnya Bung Hatta (Wakil Presiden Pertama RI) yang pernah bermukim selama lima tahun di Banda Neira (1937-1942) menyatakan Orang Banda bagaikan miniaturnya bangsa Indonesia. Jika Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa sedang berproses menjadi sebuah bangsa baru, maka sesungguhnya orang Banda telah final menjadi sebuah suku bangsa baru dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia Baru yang dicita-citakan itu.


Orang Banda bukan saja indah perangainya, tetapi panorama alamnya juga memberikan ketenangan bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Seorang pakar kelautan dan arkeologi bawah laut berkebangsaan Prancis Jacques Causteau, mengatakan bahwa melihat Banda Neira seperti menemukan Surga baru, seakan berada di Surga Lapisan Ketujuh. Bagaimana tidak? Kepulauan Banda yang dalam peta Indonesia tergambar seperti “taburan beras hitam” disebelah Tenggara pulau Ambon itu, terdiri dari sepuluh pulai kecil dan besar, yang teramat indah, yang tumbuh diatas hamparan permadani Taman Laut Banda yang paling indah di dunia.


Sangat indah, sehingga Banda Neira menjadi impian pencinta laut dari berbagai penjuru dunia. Bahkan penjelajah Portugis Francisco Serrau dalam buku harian kapalnya menulis. “Kami berlayar dari Malaka pada 11 November 1511 pada musim bertiupnya angin Barat. Sewaktu meninggalkan Malaka kami tidak banyak membawa bekal karena perang dengan Sultan Melayu masih berlangsung. Ternyata dalam pelayaran dua bulan lebih itu bekal yang kami bawa habis. Untuk mempertahankan hidup terpaksa segala yang ada di kapal dijadikan makanan, termasuk kecoa, tikus kapal dan keju busuk. Setelah dua bulan berlayar, pada pertengahan Januari 1512, tibalah kami di kepulauan Banda Neira yang begitu indah. Begitu banyak petualang Barat berupaya menemukan kepulauan yang bagaikan surga di dunia ini, yang kaya dengan pala, namun kami yang berjasa sukses menemukannya”. *). Usman Thalib [Ketua Umum Ikatan Kerukunan Masyarakat Banda (IKMB) Di Ambon].
Nikmati Beningnya Laut di Banda Neira

Kepulauan Banda Neira yang berada di provinsi Maluku ini dikenal memiliki obyek I bawah laut yang menakjubkan. Kepulauan ini tak lagi asing bagi penggemar wisata bahari, terutama mereka yang hobi menyelam dan snorkling. Daya tarik utama kepulauan ini adalah keindahan taman laut beserta keanekaragaman fauna dan flora yang hidup di dalamnya.

NERACA - Kepulauan Banda Neira juga memiliki berbagai lokasi wisata darat yang tak kalah memukau, terutama obyek wisata sejarah. Berbagai bangunan tua sisa peninggalan masa penjajahan Portugis dan Belanda masih kokoh dan terawat dengan baik.

Menyusun jalanan di Banda Naira, seolah membawa ana pada awal tahun 1900-an dengan jalanan kotanya yang relatif sempit dan sepi dari lalu lalang kendaraan roda empat. Sempitnya jalanan kota yang hanya memiliki lebar sekitar empat meter ditambah teduhnya pepohonan besar di beberapa bagian jalan membuat suasana kota kecil yang asri di awal abad XX masih terasa.

Permukiman padat yang menandakan perubahan zaman terletak di daerah-daerah baru maupun tempat yang sejak dulu terkenal sebagai pusat kegiatan ekonomi, seperti Kampung China dan Kampung Baru. Di tempat itulah berdiri pasar, sekolah maupun perumahan warga lainnya. Bangunan cagar budaya umumnya terletak di Kampung Ratu yang berpusat di sekitar Benteng Belgica dan Istana Mini. Di sekitar tempat tersebut masih banyak berdiri rumah-rumah kuno yang besar.

Salah satu bangunan tua yang terawat baik adalah Kantor Polisi Sektor Pulau-pulau Banda. Meskipun namanya kantor polisi, bangunannya sama sekali tidak menunjukkan seperti umumnya kantor polisi. Arsitektur bangunan tetap dipertahankan, hanya warna-warna tulisan yang mencolok membuat gedung tua itu terlihat semarak.

Banda Neira dibangun oleh Portugis pada awal abad XVI, yang kemudian dikembangkan oleh Belanda. Belanda mengembangkan Banda Neira sebagai kota yang bergaya Eropa, seperti pelabuhan, perkebunan pala, permukiman warga Belanda dan kantor pimpinan VOC (Vereenigde Oost Indiesche Companie) pun dibangun dengan gaya arsitektur Belanda.

Banda Neira juga dijadikan sebagai tempat buangan para pejuang kemerdekaan. Selain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir, tokoh lain yang pernah diasingkan di Banda Naira adalah dr Cipto Mangunkusumo (1928), Iwa Kusumasumantri (1930) serta sejumlah anggota Sjarikat Islam (Sl) yang dibuang sebagai hukuman karena melakukan pemberontakan.

Rumah-rumah yang dijadikan tempat pengasingan para tokoh-tokoh tersebut masih terawat dengan baik. Demikian pula dengan berbagai perabotan rumah tangga, peralatan kerja dan foto-foto tua. Meskipun rumah-rumah yang pernah ditinggali para pejuang tersebut dihuni oleh orang lain, anda bisa bebas menikmati dan melihat-lihat peninggalan yang ada.

Di rumah Bung Hatta yang sudah dipugar pada tahun 1981-1983, anda bisa mengikuti jejak perjalanan Buang Hatta selama diasingkan di Banda Naira antara tahun 1936 dan 1942. Benda-benda yang pernah digunakan Bung Hatta, seperti pakaian, kopiah, kacamata, mesin ketik tempo dulu, hingga perlengkapan rumah tangga, seperti kursi tamu, lemari makan, dan tempat tidur masih tertata rapi, demikian juga foto-foto Bung Hatta dan keluarga, terpampang rapi di setiap ruangan rumah.

Pada bagian belakang rumah terdapat bangku-bangku sekolah yang digunakan Bung Hatta untuk mengajari anak-anak Banda dalam hal tulis-menulis, memba-
ca, aritmatika dan bahasa Inggris. Semua pelajaran diajarkan dalam bahasa Belanda. Di dekat lokasi bangku sekolah tersebut terdapat sebuah gentong besar yang digunakan Bung Hatta untuk menampung air hujan sebagai sumber air minum.

Kondisi serupa juga terdapat di rumah tempat pengasingan Sutan Sjahrir dan dr Cipto Mangunkusumo. Sejumlah barang peninggalan mereka selama diasingkan di Banda Naira masih terawat dan tertata baik. Bentuk dan arsitektur asli bagunan tetap dipertahankan dan menjadi daya tarik tersendiri. Jendela-jendela rumah yang berukuran besar, tiang-tiang penyangga rumah berbentuk bulat dan langit-langit rumah yang tinggi memberikan kesan rumah yang kokoh dan megah.

Tak jauh dari rumah dr Cipto Mangunkusumo, terdapat Istana Mini. Pada abad XVIII Istana Mini tersebut dijadikan tempat tinggal dan kantor Gubernur VOC Kini istana tersebut kosong melompong, setelah penghuninya yang terakhir, yaitu Camat Banda, pindah ke rumah dinas yang baru.

Di gedung besar ini, sejumlah guratan sejarah masih membekas dan dibiarkan apa adanya, seperti lubang bekas tembakan meriam dan surat seorang tentara Portugis. Lubang tembakan meriam dengan kedalaman puluhan sentimeter itu berasal dari tembakan meriam dari arah Teluk Banda dan terletak pada dinding belakang ruang utama. Sedangkan surat seorang tentara Portugis sebelum mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di gedung tersebut diguratkan pada kaca jendela depan sebelah kanan gedung.

Di samping kanan Istana Mini terdapat sebuah baileo atau ruang pertemuan yang biasa dipergunakan masyarakat Banda untuk mengadakan rapat atau tempat menyambut tamu penting. Semasa penjajahan Belanda, gedung tersebut dikenal dengan sebutan Gedung Societeit yang digunakan oleh orang-orang Belanda pemilik perkebunan sebagai klub untuk minum-minum dan bermain bridge.

Benteng Belgica adalah bangunan bersejarah lain di Banda. Benteng berbentuk segi lima ini terletak di atas perbukitan barat daya Pulau Banda. Pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit.Dari puncak menara,anda bisa
menikmati panorama sebagian daerah Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, puncak Gunung Api yang menjulang, sampai rimbunnya pohon pala di Pulau Banda Besar.Benteng Belgica merupakan benteng peninggalan Portugis yang dibangun pada tahun 1602 hingga tahun 1611. Di bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.

Untuk menikmati berbagai obyek wisata di Banda, anda dapat melakukannya sendiri maupun mengikuti paket-paket wisata yang ditawarkan oleh pengusaha hotel maupun penginapan. Sebagian besar paket yang disediakan berupa paket menyelam ataupun snorkling. Selain itu, terdapat kegiatan agrowisata ke kebun pala maupun mendaki Gunung Api. lir/dbs
Entitas terkaitArsitektur | Banda | Bangunan | Belanda | Benteng | Bentuk | Bung | Camat | Cipto | Daya | Gunung | Istana | Kampung | Kepulauan | Kondisi | Lubang | Maluku | Menyusun | NERACA | Permukiman | Portugis | Pulau | Sebagian | Semasa | Sempitnya | Sutan | Teluk | VOC | XX | Banda Naira | Banda Neira | Benteng Belgica | Benteng Nassau | Buang Hatta | Bung Hatta | Cipto Mangunkusumo | Gedung Societeit | Gunung Api | Istana Mini | Iwa Kusumasumantri | Kampung China | Kampung Ratu | Pulau Banda | Sjarikat Islam | Sutan Sjahrir | Teluk Banda | Gubernur VOC Kini | Kantor Polisi Sektor | Kepulauan Banda Neira | Nikmati Beningnya Laut | Selain Mohammad Hatta | Vereenigde Oost Indiesche | XVIII Istana Mini |
Ringkasan Artikel Ini
Selain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir, tokoh lain yang pernah diasingkan di Banda Naira adalah dr Cipto Mangunkusumo (1928), Iwa Kusumasumantri (1930) serta sejumlah anggota Sjarikat Islam (Sl) yang dibuang sebagai hukuman karena melakukan pemberontakan. Di rumah Bung Hatta yang sudah dipugar pada tahun 1981-1983, anda bisa mengikuti jejak perjalanan Buang Hatta selama diasingkan di Banda Naira antara tahun 1936 dan 1942. Jendela-jendela rumah yang berukuran besar, tiang-tiang penyangga rumah berbentuk bulat dan langit-langit rumah yang tinggi memberikan kesan rumah yang kokoh dan megah. Pada abad XVIII Istana Mini tersebut dijadikan tempat tinggal dan kantor Gubernur VOC Kini istana tersebut kosong melompong, setelah penghuninya yang terakhir, yaitu Camat Banda, pindah ke rumah dinas yang baru. Dari puncak menara, anda bisa menikmati panorama sebagian daerah Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, puncak Gunung Api yang menjulang, sampai rimbunnya pohon pala di Pulau Banda Besar.Benteng Belgica merupakan benteng peninggalan Portugis yang dibangun pada tahun 1602 hingga tahun 1611. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.
BANDA NAIRA TEMPO DOLOE DALAM SEJARAH



SENSASI SURGA BAWAH LAUT BANDA NAIRA


SENSASI SURGA BAWAH LAUT BANDA NAIRA

Kepulauan Banda bukan saja dikenal memiliki kota tua abad XVIII dan XIX yang masih terawat baik serta banyak peninggalan sejarah seperti benteng kolonial dan rumah pejuang Indonesia yang pernah dibuang ke daerah itu seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahril, tetapi Banda juga dikenal sebagai tempat yang memiliki banyak obyek wisata bawah laut yang menakjubkan. Bukan saja di Indonesia, tetapi juga dunia internasional.

Kepulauan yang berada di tengah-tengah luasnya laut terdalam di Indonesia itu tak lagi asing bagi penggemar wisata bahari, terutama mereka yang hobi diving dan snorkeling. Daya tarik utama kepulauan ini adalah keindahan taman laut beserta keanekaragaman fauna dan flora yang hidup didalamnya.

Kepulauan Banda berada di tepian palung paling dalam di Indonesia yakni laut Banda. Di sekitar pulau Manuk misalnya, kedalaman airnya mencapai 6.500 meter. Panorama taman laut di kawasan ini tak usah diragukan lagi keindahannya. Hampir setiap pulau di gugusan kepulauan Banda dikelilingi taman laut yang kaya dengan koral warna-warni dan beragam jenis ikan seperti di sekitar pulau Naira, pulau Gunung Api, pulau Lonthor, pulau Ai, pulau Sjahrir dan pulau Hatta.

Menurut tokoh masyarakat Banda, Des Alwi, terdapat 52 lokasi diving dan snorkeling di laut Banda, namun baru 32 yang diperkenalkan kepada penikmat olaraga bawah laut ini. “Ada 52 dive side tapi saya cuma lepas (perkenalkan) 32 lokasi taman laut untuk diving dan snorkeling,” kata Des Alwi kepada pers di Banda Naira, belum lama ini.

Taman laut Banda yang pernah digelar ivent diving internasional pada tahun 1991 dan 1995, masih terdapat ikan Napoleon yang kini termasuk jenis ikan paling langka di dunia. Mandarin Fish yang juga paling dicari penyelam internasional karena keindahan sisiknya, dapat dijumpai dengan mudah di laut Banda. Menurut Des Alwi, adanya ikan Napoleon menandakan kualtas air di laut Banda masih baik sekali.

“Ikan Napoleon nyaris habis di mana-mana karena diburu atau karena laut yang kotor. Di banda, masih mudah kita jumpai ikan Napoleon, ada juga ikan Mandarin dan jenis ikan lainnya. Ini membuktikan kalau laut kami serta karang-karangnya masih bagus,” ujarnya bangga.

Menurut Des Alwi, kedalaman laut Banda membuat microbiologi yang hidup di laut ini sangat berbeda dengan kehidupan microbiologi di laut lainnya di Indonesia. Microbiologi di laut Banda menjadi nutrisi utama pembentuk karang dan biota laut lainnya. Karena itu pula, kehidupan dan pertumbuhan koral di salah satu lokasi diving yang pernah dihancurkan oleh lahar Gunung Api Banda yang meletus tahun 1989 misalnya, kini tumbuh dengan sangat cepat sekali, mematahkan rasionalisasi para ahli.

“Kalau teorinya, setelah hancur oleh lahar gunung api maka karang akan tumbuh lagi sekitar 75 tahun setelahnya, tetapi di Banda berbeda. Baru sekitar sepuluh tahun sudah tumbuh karang-karang berbagai jenis dan tumbuhnya begitu rapat,” katanya.

Pada tahun 2001 dan 2002, the Conservancy melakukan Kajian Ekologis di Kepulauan Banda, tujuannya untuk mengumpulkan informasi mengenai sumberdaya lautnya. Penelitian awal saat itu menunjukkan bahwa terumbu karang di Banda memiliki keragaman hayati yang luar biasa, dengan adanya 310 jenis karang pembentuk terumbu, sekitar 871 spesies ikan, serta populasi hiu dan kerapu yang sangat tinggi. Kepulauan Banda kemudian diajukan sebagai Kawasan Warisan Dunia.

Karena keindahan karang dan biota lautnya, laut Banda pada tiga tahun lalu dipilih menjadi Kawasan Warisan Dunia untuk surga bawah laut di Indonesia, mengalahkan taman laut di kepulauan Raja Ampat (Papua Barat), Bunaken (Sulawesi Utara), Wakatobe (Sulawesi Tenggara) dan Berau (Kalimantan Timur).

Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI M. Noer Muis yang kini memimpin Tim Diving Maluku melakukan observasi ke sejumlah lokasi diving di Maluku mengakui keindahan taman laut Banda. “Saya sudah menyelam di mana-mana seperti di Bunaken, kepulauan Seribu (Jakarta) atau di Bali, tapi taman laut di Banda jauh lebih indah,” kata Muis.

Meskipun baru melakukan diving di tiga dive side, namun sensasi keindahan bawah laut Banda membuat Muis terkagum-kagum. Ia bahkan menganalogikan taman laut di pesisir pulau Gunung Api yang merupakan bekas tumpahan lahar panas vulkano sebagai taman golf yang indah di bawah laut.

“Terumbu karang di daerah lahar tumbuh dengan waktu relatif singkat yakni hanya sepuluh tahun sudah tumbuh bagus dan bentangannya cukup luas, bahkan terlihat tidak ada dasar yang tidak ditumbuhi oleh karang meja, ini luar biasa. Di spot lainnya juga, baik terumbu karang maupun jenis ikannya indah sekali,” ujarnya.

Menurut Muis, keindahan panorama bawah laut Maluku tidak boleh dibiarkan tidur terlalu lama, tapi harus dikenalkan secara luas. Ia bahkan bertekad untuk mempromosikan Maluku, khususnya keindahan taman laut ke mancanegara.

“Saat ini saya bersama Tim Divers Maluku akan mencoba mengangkat potensi bahari Maluku dengan mendokumentasinya untuk dikenalkan ke mancannegara, khususnya menjadikan WOC (World Ocean Confrencce) di Manado untuk forum promosinya,” kata Muis.

Selain taman laut Banda, taman laut di kepulauan Lucipara juga menjadi andalan Maluku. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku, Florence Sahusilawane mengatakan, Provinsi Maluku akan mempromosikan keindahan panorama alam bawah laut Banda dan kepulauan Lucipara dalam WOC di Manado pada tanggal 11-15 Mei 2009. Kegiatan WOC yang diikuti sekitar 120 negara itu, dinilainya sangat strategis untuk menjual potensi wisata bahari laut Maluku yang eksotis dan masih natural.

“Kondisi taman laut kami masih asri karena belum tersentuh kegiatan pembangunan sehingga sangat cocok untuk wisata selam, mancing, mandi sinar matahari atau wisata berpetualang,” ujarnya.

Gugusan kepulauan Lucipara yang masih berada di perairan laut Banda memiliki tujuh pulau tak berpenghuni. Selain dilingkari pasir putih untuk habitat penyu bertelur, terdapat panorama bawah laut yang menakjubkan karena keindahan bunga karang yang penuh warna. Jarak Lucipara dari Ambon sekitar 120 kilometer, dapat ditempuh dengan kapal laut berkecepatan 18 knot dalam waktu lima jam.











banda-naira.blogspot.com

banda-naira.blogspot.com
The Colonial Powers Arrive
After the first Portuguese and European vessel, under the stewardship of Francisco Serrao, arrived in Maluku in April 1512, the balance of power that had remained quite stable and little changed over the centuries, changed abruptly. The building of a series of forts set a new precedent in Maluku. The forts were built to ensure security as an Asian trading centre and to protect goods and people so they would not be arbitrarily seized by a local ruler. This pioneer idea later evolved into the modern concept of foreign naval bases. But it also set an immediate cultural barrier between newcomers and local people; also a local legacy of foreign naval bases.
The Portuguese power in the islands faded with their empire. The Dutch had a confrontation with them in Ambon, and expelled them. That was the end of their presence in the Banda Islands at that time.
The huge impact that these tiny and remote islands had on the European continent at that time was immense. Maluku was the most valuable piece of real estate in the world 500 years ago. Thus Henry the Navigator, Christopher Columbus, Vasco de Gama, and Ferdinand Magellan began their fates with destiny. They spread the word of god and enthusiastically secured as much spices as their boats would hold. Although the work was treacherous, a sack full of nutmeg from Banda would put a common sailor into an early retirement if he made it back to Europe alive with the legendary spices to hand.
In 1579 the Englishman Francis Drake arrived in Ternate, at nearby Halmahera, aboard the Golden Hind, taking several tons of cloves with him; and in 1603 James Lancaster arrives and raises English flag on the Banda Island of Run.
In 1602 the Dutch East India Company was formed with a base on Banda Neira Island, and in 1609 the Dutch arrive in force, thus bringing the ensuing conflict with the English into sharp focus.

banda-naira.blogspot.com
A Brief History of the Banda Islands
The Banda group, about 132 kilometers southeast of Ambon, consist of three larger islands and seven smaller ones, perched on the rim of Indonesia’s deepest sea, the Banda Sea. Near Manuk Island the water reaches a depth of more than 6,500 meters. Gunung Api Islands is an active volcano, the last major eruption occured only a few years ago.
The seas around Banda are the site of famous Maluku sea gardens with their fantasy-land coral reefs and kaleidoscopic array of multi-colored fish darting through the crystal clear water. Pulau Karaka, Pulau Pisang and Pulai Ai are particularly well-known for their amazing snorkeling and diving. Facilities for sightseeing, snorkeling and skin diving as well clean, comfortable cottages are available on some islands.

Banda was home to some of the bloodiest episodes of Maluku’s history. In 1609 the Dutch East Indies Company dispatched a new governoor-general to the islands to obtain the contested spice trade monopoly at any cost. Confronted by superior power, the people of Banda were forced to allow the company to establish a fort, but in the same year Governoor Verhoeff was killed, together with 45 of his men. The company retailed, but peace was not restored. In 1619, V.O.C. Governor-General Jan Pieterszoon Coen arrived at the head of penal expedition and exterminated the entire population of Banda.

The land was divided into lots, called “perken”, and given to former company employees, the “perkiniers”, who were obliged to grow nutmeg and sell them at predetermined prices to the company. Slaves did the actual work in the fields. The old “perkinier houses” , or what is left of them, an old churches still retain a peculiar colonial character to the port town of Bandaneira today. Two old forts Belgica and Nassau are inside the town limits. Others are found elsewhere on the islands. See also the former Dutch Governor’s mansion, the Museum of History in Neira, and the huge nutmeg plantation nearby.