widgets
Untuk lebih Detil Klik >> Penawaran Produk dan Jasa

KEPULAUAN BANDA DALAM JARINGAN PERDAGANGAN LAUT INTERNASIONAL

Karena Pala Penjelajah Dunia Mencari Banda.
Sebagai produsen tunggal buah pala saat itu, kepulauan yang kecil ini berhasil menarik para pedagang asal Cina, Asia Selatan dan Timur Tengah sekurang-kurangnya 2000 tahun yang lalu 

Buah pala asal Banda Neira telah di kenal di Eropa sejak zaman Romawi dan di Timur Tengah sejak zaman Fir’aun, melalui sebuah jaringan perdagangan laut (pesisir) yang sangat panjang, penuh risiko dan sangat dirahasiakan. Kegiatan penjelajahan dunia oleh bangsa-bangsa Eropa terutama oleh
Portugis dan Spanyol sesungguhnya tidak dilatarbelakangi oleh suatu upaya untuk membuktikan bahwa dunia itu bulat, atau untuk menebar missi suci mereka, tetapi lebih termotivasi oleh hasrat untuk menemukan kekayaan yakni buah pala dari Banda dan Cengkih dari Maluku Utara.
 Upaya untuk menemukan kepulauan penghasil buah pala dan cengkih itulah yang mendorong Raja Spanyol memerintahkan Columbus melakukan penjelajahan laut melalui arah Barat. Walaupun Ia beserta armada yang dipimpinnya tidak menemukan kepulauan Maluku (Banda Neira dan Ternate), namun mereka berhasil mendaratkan armadanya di benua baru yang kemudian dikenal sebagai Amerika. Columbus sendiri tidak menyadari sampai masa kematiannya, bahwa dia dan armada lautnya yang menemukan benua Amerika. Sebaliknya yang mereka tahu, bahwa mereka telah tiba di anak benua India. Itulah sebabnya hingga kini suku-suku asli di benua Amerika seperti Astek dan Inca disebut sebagai suku bangsa Indian. Columbus keliru dalam pelayarannya menemukan Maluku, tetapi kekeliruan Columbus itu menjadi rachmat bagi bangsa-bangsa Eropa dikemudian hari. Karena benua baru (daratan Amerika) yang ditemukan itu menjadi daerah eksploitasi yang luar biasa oleh bangsa-bangsa Eropa, hingga terbentuknya negara baru Amerika Serikat.
Menjelang abad ke-16, buah pala yang menjadi hasil utama Kepulauan Banda merupakan komuditi dunia yang dibutuhkan masyarakat Eropa. Mereka sejak lama berupaya menemukan kepulauan yang menghasilkan pala itu, namun ekspedisi mereka selalu gagal. Vasco da Gama dalam pelayaran mengitari Tanjung Harapan di benua Afrika, sasarannya adalah mencari daerah penghasil buah pala itu, namun selalu berakhir dengan kegagalan.
Penjelajah Portugis, Laksamana Alfonso de Albuquerque berangkat dari Negerinya. Setibanya di Mozambique, Alfonso de Albuquerque yang berupaya menemukan kepulauan rempah-rempah itu, mengirimkan laporan kepada Raja Portugal, bahwa Ia mendapat informasi ada orang Mozambique yang bersedia menjadi pemandu bagi mereka ke Malaka di Tenggara Asia. Inilah yang mendorong Albuquerque bertolak ke Asia, dan pada tahun 1511 berhasil menaklukan Malaka yang menjadi pusat rute perdagangan laut di Asia. Ketika itu pelaut dan pedagang Banda Neira juga telah memiliki pemukiman di Malaka [2]).
Setelah menduduki Malaka lebih kurang tiga bulan, pada November 1511 Albuquerque mengirimkan dua kapal layarnya untuk menemukan kepulauan Banda yang kaya akan buah pala itu. Kedua kapal yang masing-masing dipimpin oleh de Abreu dan Francisco Serrau dalam pelayaran ke Banda Neira dipandu oleh seorang nakhoda Melayu bernama Ismail. Mereka belayar selama dua bulan lebih disaat angin Barat bertiup dengan kencangnya. Pelayaran yang mengagumkan itu ditulis oleh Francisco Serrau dalam buku harian kapalnya sebagai berikut ;
“Kami berlayar dari Malaka pada 11 November 1511 pada musim bertiupnya angin Barat. Sewaktu meninggalkan Malaka kami tidak banyak membawa bekal, karena perang dengan Sultan Melayu masih berlangsung. Ternyata dalam pelayaran dua bulan lebih itu bekal yang kami bawa habis. Untuk mempertahankan hidup terpaksa segala yang ada  di kapal dijadikan makanan, termasuk kecoa, tikus kapal dan keju busuk. Setelah dua bulan berlayar, pada pertengahan Januari 1512, tibalah kami di kepulauan Banda Neira yang begitu indah. Begitu banyak petualang Barat berupaya menemukan kepulauan yang bagaikan surga di dunia ini, yang kaya dengan pala, namun kami yang berjasa sukses menemukannya. Alangkah terperanjatnya kami ketika mengetahui bahwa orang Moro [3]) yang begitu lama berperang dengan kami di negeri kami sendiri telah tiba di kepulauan itu 100 tahun lebih dulu dari kami 
Rombongan pertama orang-orang Portugis itu berada di Banda Neira sekitar satu bulan, membeli dan memuat kapal-kapal mereka dengan pala, fuli dan cengkih. Banda tidak menghasilkan cengkih, tetapi orang-orang  Banda membeli cengkih dari Ternate dan menjualnya kepada para pedagang yang berkunjung ke Banda Neira. Penjelajah Portugis membeli semua hasil bumi itu dengan harga yang sangat murah, yang bila dijual langsung ke Eropa keuntungannya bisa mencapai 1000 prosen. Sebelumnya pala dibeli oleh pedagang-pedagang Cina, Arab dan Melayu untuk kemudian dikapalkan kembali ke teluk Persia. Dari teluk Persia barang-barang yang mahal ini diangkut oleh kafilah-kafilah ke kawasan laut tengah dan disebar melalui Konstantinopel (istambul), Genoa dan Venesia. Setiap kali rempah-rempah itu diperjual belikan dari satu pedagang perantara ke pedagang perantara lainnya  harganya meningkat 100 prosen. Melalui karavan daratan Cina, sejarah membuktikan bahwa kapal-kapal laut Cina sudah berada di Banda Neira ± 600 tahun sebelum Portugis tiba. Dengan kata lain pada permulaan abad ke-10 orang-orang Cina, Arab dan Melayu sudah berdagang di Banda.
Walaupun berada di kepulauan Banda selama 87 tahun, namun sejarah Banda pada masa berdomisilinya penjelajah laut bangsa Potugis itu tidak banyak yang ditemukan. Ini karena Portugis tidak menjadikan Banda Neira sebagai pusat aktivitas mereka di Maluku. Walaupun mereka sempat membuat sebuah benteng disana, namun tidak dapat melanjutkannya hingga selesai. 
Sejarah rinci tentang kepulauan Banda dan penduduknya tercatat sejak 1599 ketika para pelaut Belanda tiba disana, yang disusul kemudian oleh pelaut-pelaut Inggris pada tahun 1602. Penjelajah laut Belanda yang tiba di kepulauan Banda pada 1599 itu adalah Laksamana Madya Jacob van Heemskerk bersama 200 pedagang, pelaut dan serdadu. Mereka datang dengan dua kapal layar yakni Gelderland dan Zeeland. Kapal layar Gelderland  melego jangkar di pantai Orantatta, sebuah kota kecil di pulau Banda Besar, pada hari Senin 15 Maret 1599, disusul kemudian kapal layar Zeeland pada tanggal 16 Maret. Kedua kapal layar yang dipimpin Heemskerk ini merupakan bagian dari delapan kapal layar dibawah komando Laksamana Jacob van Neck, yang melaksanakan ekspedisi kedua ke Hindia Timur (1598 – 1599) dengan biaya dari Compagnie van Verre, sebuah Compagnie yang mendahului VOC yang tersohor dengan keganasannya itu.
Pada tahun 1602 armada laut Inggris berhasil mencapai Kepulauan Banda dan membuka pos perdagangannya di pulau Run. Ekspedisi Inggris yang tiba di kepulauan Banda ini merupakan realisasi dari rencana Honoureble East India Company ( Gentlemen Adventurers Company Limited) yang mendapat restu dari Ratu Elisabeth I untuk melakukan pelayaran ke daerah Maluku, tempat dimana Belanda dan Portugis telah menjelajahinya lebih dulu.
Ekspedisi Inggris yang pertama datang ke Indonesia terdiri dari tujuh kapal layar dibawah pimpinan kapten James Lancester. Mereka membuka pos-pos perdagangan antara lain di Banten, Ternate dan pulau Run, yakni salah satu pulau dalam gugusan kepulauan Banda. Ketika Belanda berhasil menaklukan pulau Ai tetangga pulau Run pada 1615, Penguasa Pulau Run menyerahkan secara resmi kekuasaan atas pulau tersebut kepada Inggris pada Desember 1616 [5]). Atas dasar itu, Inggris kemudian membangun benteng pertahanan di Naizeelaka dan sebelah Utara  pulau Run. Fakta inilah yang membuat Ratu Elisabeth I,   menyatakan bahwa United Kingdom (Kerajaan Inggris) wilayahnya terdiri dari England, Wales, Skotlandia, Irlandia dan Pulau Run.
Belanda dengan VOCnya tidak membiarkan Inggris menguasai Pulau Run. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan, baik melalui peperangan maupun lewat perjanjian damai. Pada tahun 1621 J.P.Coen Gubernur Jenderal yang terkenal dengan kekejamannya itu menaklukan rakyat Banda termasuk pulau Run yang dijaga ketat oleh Inggris. Tiga tahun kemudian Inggris berhasil mengambil alih pulau Run dari kekuasaan Belanda dan berdagang di pulau itu sampai dengan tahun 1667. Namun berdasarkan pejanjian Breda tahun 1667 antara Inggris dengan Belanda, dimana pulau Run diserahkan kepada Belanda dan sebuah pulau jajahan Belanda di pantai Timur Amerika yaitu Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan – New York) diserahkan  kepada Inggris.   Perjanjian yang tidak diketahui oleh pribumi pulau Run di Banda Neira mapun pribumi Manhattan di pantai Timur Amerika, namun sungguh sejarah telah mencatat bahwa nilai pulau Run sama dengan nilai Manhattan pada abad ke-17. Sejak saat itu sampai dengan tahun 1942 kepulauan Banda sepenuhnya berada dalam kekuasaan Belanda.

banda-naira.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment

Tanggapannya Gan..?