widgets
Untuk lebih Detil Klik >> Penawaran Produk dan Jasa

Paradise Island Banda Naira

"Bangsa Portugis yang tiba di Banda 1611 mengira merekalah yang pertama kali menemukan Spice Island (Pulau Rempah). Ternyata bangsa Moro telah berdagang di Banda selama 100 tahun yang lalu. Seperti halnya orang Portugis, ketika bangsa Morobpertama kalinya menginjakkan kakinya di Banda, mereka mengira merekalah yang pertama tiba di pulau ini. Dari dialog dengan orang-orang Cina di Banda, ternyata orang Cina telah berdagang di Banda 600 tahun sebelumnya. Itu berarti sejak awal abad ke sepuluh Banda Naira telah menarik bangsa-bangsa di dunia untuk berkompetisi, di mana buah pala (Myristica fragrans) sebagai komoditas utamanya sudah dikenal sejak masa Romawi."

Kutipan pendek dari buku "Sejarah Banda Naira" oleh Des Alwi-tokoh kelahiran Banda Naira sekaligus saksi sejarah-adalah referensi yang baik sejarah pulau-pulau di tenggara Ambon ini. Akan sangat lebih baik bila anda datang langsung karena Banda Naira memang layak dikunjungi. Sejarah bangsa banyak terukir di sana, keindahan alamnya tidak cukup dikatakan indah tetapi megagumkan.

Bangsa-bangsa lain di dunia mengenal pulau-pulau di Maluku sebagai Spice Islands atau Pulau Rempah karena menjadi pemasok utama pala, bunga pala dan cengkih di dunia. Sejak abad ke-15 dan empat abad lamanya Portugis,Inggris dan Belanda bergantian saling berperang menguasainya.

Gugusan kepulauan Banda Naira di Maluku terbentang di Laut Banda, terdiri dari Naira, Banda Besar, Gunung Api, Ai, Run, Hatta (Rosengain), Sjahrir (Pulau Pisang), Nailaka, Manukang (Pulau Suanggi) dan Pulau Karaka. Tiga yang disebut terakhir tidak berpenduduk.


Dalam bukunya, Des Alwi memberikan cerita sejarah yang patut diketahui mengenai Pulau Run. Pada 31 Desember 1601, Ratu Elizabeth 1 merestui pembentukan Honourable East India Company (Gentlemen Adventures Company Limited) untuk melakukan pelayaran pertama ke kepulauan Maluku. Dalam perintahnya, beliau menegaskan bahwa United Kingdom (Kerajaan Inggris) terdiri dari England, Wales, Skotlandia, Irlandia dan Pulau Run-koloni pertama Inggris di dunia, jauh sebelum India, Amerika dan tempat-tempat lain di Asia.

Pada 1621, Belanda berhasil mengalahkan Inggris di hampir semua kepulauan Banda, tapi tidak di Pulau Run. Belanda ingin sepenuhnya menguasai pulau-pulau penghasil pala ini dan mengusir Inggris. Belanda baru berhasil setelah dapat membujuk Inggris untuk menukar Pulau Run dengan sebuah pulau jajahan Belanda di pantai timur benua Amerika, yaitu New Amsterdam atau nama asli Indiannya Pulau Manahatta atau sekarang lebih dikenal dengan Manhattan, New York, yang tertuang pada perjanjian Breda 1667.

Bisa dibayangkan betapa Pulau Run pernah menjadi bagian terpenting sejarah dunia meski sekarang kondisi dua tempat ini jauh berbeda. Dunia memandang Manhattan sebagai kota metropolis ternama dengan nilai transaksi milliaran dollar AS per jam sedangkan Pulau Run tetap terpencil dan tidak banyak yang tahu.

Objek wisata sejarah memperkaya makna hidup

Banda Naira tepatnya di Pulau Naira juga menjadi tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh bangsa pada zaman penjajahan Belanda. Pada Februari 1936, proklamator Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir diasingkan ke pulau ini dari tanah buangan politik di Boven Digul, Papua, menyusul Dr.Tjipto Mangoenkoesoemo dan Iwa Koesoema Soemantri yang terlebih dulu diasingkan.

Bukti-bukti sejarah mereka masih tersimpan di pulau ini. Rumah-rumah pengasingan mereka oleh Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira dijadikan museum yang dapat disaksikan dan dirasakan oleh generasi penerus lengkap dengan perabotan rumah tangga mereka.

Satu yang paling memilukan di pulau ini adalah peristiwa pembantaian 44 bangsawan-disebut Orang Kaya Banda-dan ratusan orang Banda lainnya yang dipimpin oleh Gubernur Jendral VOC Jan Pieterzoon Coen pada 8 Mei 1621. Ia membawa ronin, samurai Jepang, untuk menghukum mati dengan sadis mereka yang dianggap melawannya. Bukti kebiadaban itu adalah Monumen Rante, sehingga kita bisa mengenang bagaimana pengorbanan mereka mempertahankan bangsa dari penjajahan.

Tidak jauh dari Monumen Rante, sebuah bangunan besar berbentuk segi lima diatas bukit masih berdiri kokoh. Benteng Belgica, yang dibangun pada 1611 oleh Gubernur Jendral 1 Banda, Pieter Both, dan digunakan sebagai tempat pertahanan Belanda terhadap serangan-serangan. Benteng itu begitu besar yang memiliki menara setiap sisinya dan ruang terbuka luas di tengah-tengah terdapat sumur yang menghubungkan ke Benteng Nasau- terletak di pinggir pantai tak begitu jauh dari Belgica yang dibangun pada 1609 oleh Admeral Verhoeven di atas fondasi benteng Portugis.

Benteng Belgica benar-benar membuat Belanda mampu mengawasi seluruh Kepulauan Banda masa itu. Tapi sekarang, banteng ini adalah tempat terbaik di daratan untuk mendapatkan pemandangan mengagumkan pulau-pulau di Banda Naira hingga menyaksikan matahari tenggelam di balik Gunung Api Banda.

Berkunjung ke Pulau Naira juga wajib menyinggahi Istana Mini (1820-1824) yang dibangun oleh Controleur Van Der Capallen dari Belanda. Pada abad XVIII Istana Mini tersebut dijadikan tempat tinggal dan kantor Gubernur VOC.

Untuk menghargai jasa-jasa tokoh bangsa yang pernah dibuang di pulau ini, Des Alwi, selain mendirikan museum untuk mereka, juga mendirikan Sekolah Tinggi Perikanan Hatta-Syahrir pada 2002 yang dianggapnya begitu penting dimiliki mengingat Banda Naira daerah kepulauan yang sudah seharusnya memiliki anak bangsa yang cakap akan ilmu kelautan. Di sebelah sekolah ini didirikan pula masjid untuk mengenang tokoh-tokoh itu. Tadinya, Des Alwi berniat untuk membuatkan patung Mohammad Hatta untuk mengenang jasa-jasanya, tetapi beliau menolak dan kemudian berkata,"Bangunlah masjid untuk mengenang saya."

Keindahan alam dan budaya yang menaklukkan hati

Pulau terbesar di Banda Naira adalah Banda Besar yang bentuknya seperti bulan sabit. Di pulau ini terdapat pula perkebunan pala besar yang dijadikan agro wisata. Mengelilingi pulau-pulau yang menawan hati di Banda Naira merupakan kewajiban, apalagi menyelaminya. Anda dapat meneukan taman laut dengan keanekaragaman ikan dan terumbu karang. Kegiatan snorkeling bisa dijadikan agenda kegiatan wajib bagi wisatawan, apalagi diving. Tercatat sejumlah orang-orang ternama dunia yang telah mengunjunginya, sperti penyelam legendaris almarhum Jacques Costeau, Princess of York Sarah Fergusson, rocker Mick Jagger, sutradara film Apocalypse Now Francis Ford Coppola.

Disarankan untuk menginap di Naira. Salah satu hotel sederhana, Maulana, berada tepat di hadapan Gunung Api Banda di mana tamunya dapat memandangi keelokan hijaunya gunung tersebut dari kamar. Gunung Api Banda memiliki ketinggian 670 meter. Banyak wisatawan yang mendaki gunung itu. Jika anda juga ingin, maka anda harus bangun pagi-pagi dan mulai mendakinya. Jika fisik anda fit, hanya butuh waktu 1,5-2 jam untuk tiba di ketinggiannya. Letusan gunung ini terjadi dalam rentang waktu antara 80-100 tahun. Terakhir terjadi pada 8 Mei 1988. Gunung Api Banda membentuk keindahan dan kesuburan di Banda Naira di samping menimbulkan bencana.

Budaya Banda Naira juga tidak kalah mempesona. Cakalele dan kora-kora adalah yang fenomenal. Tari perang Cakalele biasa ditampilkan untuk menghormati tamu penting yang datang. Dulunya, tarian kaum pria ini melibatkan puluhan orang, namun sekarang hanya lima yang masing-masing membawa senjata tradisional, yaitu kapsete, parang, salawaku dan tombak. Angka lima melambangkan, kapitan 1 sebagai penguasa darat, kapitan 2 sebagai penguasa laut, hulubalang yang mewakili orang kaya dari kampung adat yang dibunuh atau dibuang VOC serta dua prajurit yang disebut malesi. Setiap kampung adat di Banda Naira memiliki Cakalele yang berbeda.

Hal yang paling seru di Banda Naira adalah perlombaan kora-kora (perahu tradisional). Setahun bisa dua kali diselenggarakan. Lomba ini mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat Banda Naira sehingga mereka memiliki 'kewajiban' untuk pasang taruhan untuk membela jagoannya. Bentuk dan dekorasi kora-kora di setiap kampung adat pun berbeda yang ditandai dengan lambang hewan di ujung perahu. Panjang kora-kora kira-kira 10 meter dan didayung oleh puluhan orang. Laut Banda Naira yang begitu sepi segera berubah menjadi ramai jika kora-kora beraksi.

Perlu diperhatikan

Berkunjung ke Banda Naira memerlukan waktu yang cukup panjang (minimal satu minggu). Pertama, karena anda perlu cukup waktu untuk menikmati setiap sisi keindahannya. Kedua, transportasi yang terbatas: penerbangan hanya satu kali seminggu dan kapal dua kali seminggu. Rencanakan waktu yang tepat dan siapkan perjalanan anda demi terbuai dalam alam dan sejarah yang mengagumkan.

0 komentar:

Post a Comment

Tanggapannya Gan..?