widgets
Untuk lebih Detil Klik >> Penawaran Produk dan Jasa

Parigi Rante 08 Mei 1621

SINOPSIS PERJUANGAN RAKYAT BANDA MELAWAN VEREENIGDE OOSTINDISCHE COMPAGNIE - VOC Pada tahun 1511, Laksamana Alfonso de Albuquerque (penjelajah Portugis) sesuai perintah Raja Portugal mengirimkan du kapal, masing-masing dipimpin oleh Antonio de Abreu dan Fransisco Serrao menuju Kepulauan Maluku untuk menemukan Banda Naira sebagaimana yang tertulis dalam catatan perjalanan Fransisco Serrao; "Pada pertengahan Januari 1512 tibalah kami di Kepulauan Banda Naira yang begitu indah. Begitu banyak petualang barat berupaya menemukan kepulauan yang bagaikan surga dunia ini, yang kaya dengan pala, namun kami yang berjasa sukses menemukannya. Tapi alangkah terperanjatnya kami ketika kami mengetahui bahwa orang Moro (orang Arab yang beragama Islam) yang begitu lama berperang dengan kami, telah tiba di Banda Naira 100 tahun sebelum kami" (tulisan dalam buku harian kapal Fransisco Serrao) Rempah-rempah dari Banda Naira sebelumnya dibeli oleh pedagang-pedagang Melayu, Cina dan Arab, lalu dikapalkan ke Teluk Persia, diangkut oleh kafilah ke kawasan Laut Tengah dan disebarkan melalui Konstantinopel (Istambul) dan Genoa (Venesia). Melalui karavan daratan Cina, sejarah membuktikan bahwa kapal-kapal Cina sudah berada di Banda Naira kurang lebih 600 tahun sebelum Portugis tiba (Van der Chijs, J.A., Devestiging van Het Nederlandsche Gezeg over de Banda Eilanden, Batavia 1886). Sesuai catatan ahli sejarah umumnya dan khususnya sejarawan Portugis, di Kepulauan maluku dalam tahun-tahun 1512-1605 adalah merupakan "abad Portugis yang penuh dengan pertumpahan darah dan kejadian-kejadian yang memalukan" (Dasseri, M., De Nederlanders in de Molukken, Utrech 1040). Perintah Seventeen Gentlemen (Heeren Zeventien) yaitu para direktur VOC di Amsterdam kepada Laksamana Pieterszoon Verhoeven berisi antara lain: "kami mengarahkan perhatian anda khususnya kepada pulau-pulau dimana tumbuh cengkeh dan pala, dan kami memerintahkan anda untuk memenangkan pulau-pulau itu untuk VOC baik dengan cara perundingan maupun dengan kekerasan" (Frederik W.S., Geschiedenis van Nederlandsch Indie, V.III, Amsterdam 1938-1940). Ekspedisi Verhoeven tiba di Banda Naira pada awal April 1609 dengan 13 buah kapal. Verhoeven membawahi sekurang-kurangnya 1000 orang bersenjata. Dalam sengketa yang terjadi dengan Orang-orang Kaya Banda, Verhoeven, Opperkoopman (pedagang senior) Jacob van Groenwegen beserta 26 orang Belanda lainnya terbunuh. Menurut Sejarah Banda, BHOI Kherang, Putri Raja Lautaka ikut berperang dalam peristiwa ini. Saat itu Jan Pieterszon Coen yang menjadi juru tulis Verhoeven nyaris terbunuh (Des Alwi, Sejarah Maluku 2005). Setelah Jan Pieterszon Coen menjadi Gubernur Jenderal VOC yang baru, nasib Banda sepenuhnya ada di tangannya. Coen adalah pemimpin yang keras dan mempunyai prinsip; "yang kuat adalah yang benar", dan dialah yang kuat dan benar untuk menaklukkan Banda, Inggris dan Batavia. Visi Coen sama dengan pendahulunya yang lalim, bengis dan tidak berperikemanusiaan, yang telah merancang suatu rencana induk untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda atas seluruh Asia. Pada tahun 1621 Coen bertolak dari batavia menuju Ambon dan Banda. Mereka tiba di Benteng Nassau 27 Pebruari. Dalam waktu 10 hari Coen menghimpun sebuah armada yang terdiri dari 13 kapal besar, 3 kapal kecil dan 6 perahu layar. Pasukannya berjumlah 1665 orang Eropa, 250 orang dari garnisun Banda, 226 orang hukuman dari Jawa dan 100 orang tentara bayaran Jepang. Pada 11 Maret 1621, Coen mendaratkan pasukannya pada 6 titik yang berjauhan, dengan tujuan untuk membingungkan pihak Banda yang bertahan dan menguasai pos-pos penting. Pada hari utu juga seluruh Banda Besar dikuasai. Keesokan harinya, 12 Maret, Pasukan Coen menyerbu dan mengambil alih kekuasaan atas pertahanan-pertahanan rakyat terakhir yang masih ada. Coen menuntut agar mereka merobohkan kubu-kubu pertahanan, menyerahkan semua senjata, berhenti menghasut dan menyerahkan anak laki-laki mereka sebagai sandera. Dalam suasana tegang seperti ini, seorang tokoh Orang Kaya Lonthoir, Kalabaka Maniasa menghadap Coen denga dewan perwiranya, bahwa Banda tidak akan tunduk dan menyerah. Letnan Laut Nicolas van Waert seorang saksi mata yang penuh kecemasan dan ketakutan, melaporkan rangkaian peristiwa yang terjadi pada tanggal 8 Mei 1961 sebagai berikut: "Keempat puluh empat tawanan-tawanan digiring ke dalam benteng (Fort Nassau) bagaikan sekawanan domba. Delapan orang yang paling berpengaruh dituduh sebagai pemicu kerusuhan. Sebuah kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar benteng. Sambil terikat erat dengan tali dan dijaga ketat oleh penjaga, tawanan-tawanan itu dipaksa masuk. Hukuman mereka dibacakan dengan keras-keras di hadapan mereka, bahwa mereka telah bersekongkol untuk membunuh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen dan telah memutuskan perjanjian perdamaian. Enam orang serdadu algojo Jepang diperintahkan masuk ke pagar bambu dan merekalah yang memotong perut dan membedah tubuh kedelapan orang kaya itu dengan pedang yang tajam menjadi empat bagian. Sementara ketiga puluh enam tawanan lainnya juga mengalami nasib yang sama, dipenggal kepala dan dipotong-potong. Eksekusi ini ngeri untuk dilihat, para Orang kaya itu mati tanpa mengeluarkan sepatah katapun, kecuali seorang diantara mereka dengan tegarnya berkata: apakah tuan-tuan (berbuat demikian), tidak merasa berdosa?. Pihak VOC memang tidak ada belas kasihan apalagi merasa berdosa. Kepala dan potongan tubuh mereka yang telah dieksekusi ditancapkan pada ujung bambu dan dipertotonkan kepada masyarakat. Hanya tuhan yang tahu, siapa yang benar" (Luc Kiers. Coen Op Banda: de Qonqueste an Hetrech van Den Tijd, Utrecht 1943). Eksekusi ini dilaksanakan sesuai perintah tidak resmi Heeren Zeventien pada 1615 yang mengatakan bahwa: keberhasilan menjajah Kepulauan banda Naira dan menguasai rempah-rempah disana adalah dengan cara menghabiskan atau menghilangkan pimpinan sesepuh rakyat secara besar-besaran sehingga yang ditinggal tidak mempunyai pimpinan perlawanan. Menurut catatan sejarah, kekejaman Jan Pieterszoon Coen di Banda telah menghabiskan kurang lebih 60% rakyat Banda dari jumlah penduduk 14.000 jiwa. Jan Pieterszoon Coen, Heeren Zeventien, VOC adalah seperangkat nama-nama kejam, bengis, biadab dan tidak berperikemanusiaan, yang telah menyebabkan mengalirnya darah-darah syuhada Banda dalam mempertahankan harga diri dan kedaulatan negeri ini....Tanah Banda. Mari kita belajar dari sejarah. Sejarah perjuangan nenek moyang dan orang tua-tua kita sendiri. kalau bukan kita siapa lagi? Kitalah orang pertama yang harus tampil mewarisi dan mengemban semangat juang mereka untuk membangun Tanah Banda menuju masa depan yang lebih baik. -------------------- Dibacakan pada setiap Apel Kehormatan "Parigi Rante 08 Mei" di Banda Naira.
http://balagu.com/node/7

0 komentar:

Post a Comment

Tanggapannya Gan..?